Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

Ilustrasi jumlah dokter spesialis di Indonesia.--

KEHADIRAN dan jumlah dokter spesialis yang memadai adalah salah satu syarat terpenting untuk menjamin layanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Namun, seperti dikatakan menteri kesehatan di berbagai forum, hingga kini kebutuhan akan dokter spesialis masih jauh dari memadai. 

Data terbaru menunjukkan, jumlah dokter spesialis di Indonesia saat ini baru mencapai 48.959. Padahal, rasio ideal yang dihitung Bappenas adalah 28 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Di Jawa Timur, misalnya, saat ini dilaporkan tengah mengalami defisit 4.300 dokter spesialis, sementara di Indonesia secara absolut masih terdapat kekurangan 27.480 dokter spesialis.

Meski belum sampai taraf mengalami krisis dokter spesialis, ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) mengakui di Indonesia saat ini masih kekurangan dokter spesialis. Kekurangan dokter spesialis itu terutama makin terasa ketika distribusi dokter spesialis di berbagai daerah cenderung tidak merata. Banyak dokter spesialis menumpuk di kota besar sehingga cukup banyak daerah akhirnya kekurangan dokter spesialis sebagai rujukan masyarakat berobat. 

Kalau melihat data, rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan dokter spesialis, di Indonesia saat ini berada di angka 0,46/1.000 atau berada di urutan ketiga terendah di ASEAN. Berdasar data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan World Bank, rasio dokter Indonesia hanya di atas Laos (0,3/1.000) dan Kamboja (0,42/1.000) atau jauh tertinggal dari Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura.

Padahal, rekomendasi dari WHO setiap negara diharapkan dapat memenuhi golden line atau garis emas rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, pada 1/1.000 atau 1 dokter per 1.000 penduduk. Kalau di Indonesia terdapat 273 juta penduduk, seharusnya kita memiliki 273.000 dokter umum dan dokter spesialis. 

Jadi, kalau melihat rasio, kita masih kekurangan cukup banyak dokter. Yakni, sekitar 120.000 dokter umum dan dokter spesialis. Negara yang mampu memenuhi golden line dikategorikan WHO telah mampu memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat dan telah bertanggung jawab kepada masyarakat di bidang kesehatan.

 

Faktor Penyebab

Faktor penyebab kenapa jumlah dokter spesialis di Indonesia masih jauh dari memadai tentu karena banyak hal yang saling berkaitan. Di atas kertas, menambah jumlah dokter spesialis memang bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada para dokter umum melanjutkan studi menempuh jalur dokter spesialis. Tetapi, mewujudkan hal itu, harus diakui, bukanlah hal yang mudah.

Pertama, harus diakui bahwa selama ini perencanaan pengadaan dokter spesialis di Indonesia belum dilakukan dengan matang, baik menyangkut jumlah yang dibutuhkan maupun bagaimana mengatur distribusinya setelah mereka lulus. Walaupun telah disadari bahwa akar masalahnya adalah pada distribusi yang belum merata, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti jumlah detail kebutuhan per wilayah. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia terkesan masih berjalan sendiri-sendiri –bergantung pilihan dokter spesialis yang bersangkutan.

Kedua, berkaitan dengan mekanisme seleksi pendidikan dokter spesialis di berbagai fakultas kedokteran yang terlalu ketat dan rawan terkontaminasi intervensi kekuasaan maupun intervensi dari para senior yang berpengaruh. Di berbagai universitas, tidak banyak fakultas kedokteran yang bersedia menerima jumlah dokter spesialis dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya melalui jalur seleksi khusus. 

Dalam kenyataan, sebetulnya animo dokter umum di Indonesia yang ingin bersekolah lanjut ke jenjang dokter spesialis relatif besar. Namun, karena daya tampung di jurusannya terbatas, jumlah lulusannya pun masih jauh dari memadai bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang harus dilayani.

Ketiga, karena proses penempatan dokter spesialis tidak lagi banyak ditentukan oleh kewajiban moral untuk melayani masyarakat. Pendidikan kedokteran spesialis, diakui atau tidak, telah mengalami pergeseran menjadi lebih komersial. Seorang dokter yang menempuh pendidikan lanjut ke dokter spesialis sering kali motif utama yang melatarbelakangi adalah alasan dan kebutuhan ekonomi. 

Dengan beban biaya yang besar, yang harus ditanggung selama menempuh studi lanjut ke jenjang dokter spesialis, tentu bisa dipahami jika para lulusan dokter spesialis lebih berorientasi mencari kesejahteraan daripada mengedepankan tanggung jawab moralnya. Bukan hal yang salah jika dokter spesialis yang telah mengeluarkan dana yang besar untuk membiayai proses pembelajarannya memilih berdinas di rumah sakit di kota-kota besar dan menengah daripada mengabdikan diri bekerja di daerah pelosok yang jauh dari menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: