Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

Ilustrasi jumlah dokter spesialis di Indonesia.--

 

Kuota dan Beasiswa

Untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Indonesia, yang dibutuhkan tentu bukan sekadar membuka kuota lebih banyak jalur pendidikan dokter spesialis. Akselerasi pendidikan kedokteran perlu dikembangkan, selain menambah kuota, yang tak kalah penting adalah bagaimana mengatur biaya pendidikan program kedokteran agar lebih terjangkau. 

Memang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dilaporkan telah menjalin kerja sama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan pemerintah daerah (pemda) untuk memastikan gaji dokter spesialis dibayar sesuai dengan standar. Tetapi, di luar itu, yang tak kalah penting adalah bagaimana memberikan kesempatan kepada para dokter yang ingin melanjutkan ke program spesialis seluas-luasnya.

Dengan mematok biaya pendidikan program kedokteran yang terjangkau dan lebih murah itu, diharapkan akan banyak lulusan SMA yang berkeinginan menjadi dokter, termasuk menempuh pendidikan dokter spesialis. Sementara itu, bagi lulusan SMA yang secara ekonomi tidak mampu, peluang mereka untuk masuk ke fakultas kedokteran ada baiknya jika difasilitasi program beasiswa yang memadai.

Di Indonesia, saat ini Kementerian Kesehatan dilaporkan telah meluncurkan 1.500 kuota beasiswa untuk program dokter spesialis. Jika sebelumnya Kementerian Kesehatan hanya menyediakan kuota beasiswa untuk 47 prodi dokter spesialis dan subspesialis, pada 2023 ini jumlahnya telah ditambah menjadi 82 prodi, termasuk program dokter spesialis layanan primer. 

Untuk 82 prodi yang ditambahkan terdiri atas 51 prodi untuk dokter spesialis dan subspesialis, 29 fellowship, dan 2 dokter spesialis kedokteran layanan primer. Jumlah tersebut ditata sedemikian rupa, disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Adanya perluasan dan penambahan kuota beasiswa bagi program pendidikan dokter itu diharapkan bisa memenuhi kekurangan tenaga kesehatan sekaligus memperkuat layanan kesehatan di seluruh pelosok tanah air. 

Masalahnya sekarang, bagaimana memastikan penambahan kuota itu tidak hanya menguntungkan sekelompok warga masyarakat tertentu, tetapi dapat dimanfaatkan seluruh warga masyarakat yang memang secara akademik mumpuni. (*)

*) Bagong Suyanto, dekan FISIP Universitas Airlangga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: