Bunuh Pacar setelah Menghamili
Ilustrasi: Kakak senior pelaku pembunuhan mahasiswa UI di kos-kosan Depok, diurai oleh penyidik-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Pembunuhan motif sepele. Pastinya pelaku paham, berhubungan seks bisa menghamili, lalu pacarnya menuntut dinikahi. Mengapa motif pembunuhan kini makin sepele?
David M. Buss dan Todd K. Shackelford di karya mereka yang berjudul Human Aggression in Evolutionary Psychological Perspective (1997) mencetuskan homicide adaptation theory (HAT). Dijelaskan, insting agresi manusia sudah ada sejak manusia purba.
Dari agresi meningkat jadi pembunuhan. Peristiwa seperti itu terjadi berulang-ulang sepanjang sejarah manusia. Itu disebut evolusi adaptasi. Makin modern, teknik pembunuhan berkembang.
Buku itu: ”Dengan demikian, perspektif ini menunjukkan bahwa selama sejarah evolusi yang mendalam, manusia telah mengembangkan adaptasi untuk perilaku agresif sebagai cara untuk memecahkan berbagai masalah adaptif.”
Kapasitas kekerasan yang dilakukan manusia modern merupakan hasil seleksi yang mendukung kecenderungan agresif. Perilaku agresif muncul sebagai pola solusi untuk banyak problem hidup.
Makin modern, problem hidup manusia kian rumit. Akibatnya, masalah yang kelihatan sepele bisa jadi motif pembunuhan. Bagi pembunuh, tindakan itu dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Tampak dalam kehidupan kita sehari-hari sekarang, motif pembunuhan bisa sangat sepele, dari perspektif bukan pelaku. Sebaliknya, bagi pelaku, pembunuhan dianggap solusi problem mereka.
Di kasus itu, Hermawadi bisa dianggap melakukan pembunuhan berencana. Ada niat sebelumnya. Pelaku dan korban sudah konflik tiga pekan sebelum pembunuhan. Alur berikutnya direncanakan pembunuhan, akhirnya dieksekusi.
Beda tipis antara pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana. Namun, efek hukuman beda jauh. Pelaku pembunuhan berencana bisa divonis hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.
W.C. Mathes dan E.J. Devitt dalam karya mereka yang berjudul Federal Jury Practice and Instructions: Civil and Criminal (1965), mengungkapkan, dulu sekali, sebelum 1794, di Amerika Serikat (AS) hukum untuk pembunuhan cuma satu jenis. Belum ada tingkatan. Semua pembunuhan dihukum sangat berat.
Sejak 1794 dirumuskan tingkatan pembunuhan. Tingkat pertama (berencana) dan biasa (tidak direncanakan). Beberapa tahun setelah itu, hukum di Inggris juga menentukan tingkat pembunuhan: berencana dan tidak berencana.
Hukum Inggris kemudian diadopsi Belanda. Dan, hukum Belanda diadopsi Indonesia jadi KUHP yang kita gunakan sampai sekarang. Di KUHP, pembunuhan berencana di Pasal 340, sedangkan pembunuhan biasa Pasal 338.
Di AS, Pennsylvania adalah negara bagian pertama yang membagi pembunuhan menjadi tingkat pertama dan kedua. Itulah awal pembunuhan dibagi dalam dua tingkat.
Hukum di AS menyatakan, tidak perlu diperinci jarak waktu antara perencanaan dan pelaksanaan pembunuhan untuk hakim menentukan pembunuhan berencana. Bisa jangka waktu panjang, bisa pendek. Terpenting adalah mens rea. Berkaitan dengan sikap batin yang jahat (criminal intent).
Jika mens rea seseorang hendak membunuh orang lain, lalu pembunuhan dilakukan, itulah pembunuhan berencana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: