Buddhayana Cultural Expo di Pakuwon Mall Surabaya Pamerkan Benda Suci dari Tiga Tradisi Besar

Buddhayana Cultural Expo di Pakuwon Mall Surabaya Pamerkan Benda Suci dari Tiga Tradisi Besar

LIMA PATUNG Buddha dengan masing-masing mudra yang berbeda satu sama lain dipamerkan di Pakuwon Mall.-Julian Romadhon-Harian Disway-

Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) cabang Surabaya menggelar Buddhayana Cultural Expo di Pakuwon Mall, Surabaya, 26-30 Juli 2023 Terdapat pameran benda-benda suci umat Buddha serta foto dan replika ruang tidur Mahabiksu Ashin Jinarakkhita. Juga, diskusi tentang Buddha dan lintas agama.

 NUANSA Buddhisme ada di Grand Atrium Pakuwon Mall, Surabaya. Booth kuliner vegan hingga cenderamata serta buku-buku tentang Buddha menghiasi areal pintu masuk.

Lima patung Buddha berukuran besar di sisi kanan deretan kursi dan panggung. Masing-masing patung memiliki bentuk mudra Buddha: Dhyanamudra, Ratnasambhava, Vairocana, Aksobhya, dan Amoghasiddhi.

Dalam Buddhayana Cultural Expo itu dilangsungkan beragam kegiatan. Acara itu pun berlangsung tepat pada momen Asadha. Yakni peristiwa ketika Sang Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Dhamma itu diberikan pada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.

"Harapannya, agar umat senantiasa menjalankan Dhamma sebagai ajaran utama Buddha. Dengan Dhamma pula manusia dapat hidup harmonis. Bertoleransi satu sama lain," ujar Yan Purnomo Gunawan, ketua panitia Buddhayana Cultural Expo.

BACA JUGA : Ibadah Ulang Tahun Yao Chi Jin Mu Perkumpulan Cetiya Buddha Dhamma Sangha Lotus

BACA JUGA : Umat Buddha Mahayana PDB Lotus Merayakan Qi Xie

BACA JUGA : Patung Buddha Mudra Vitarka di Tunjungan Plaza 3 Ini Catat Rekor MURI

Yan mengajak Harian Disway menyusuri lorong ruang pamer. Di situ dipamerkan berbagai benda suci umat Buddha dari tiga tradisi besar: Tantrayana, Mahayana dan Theravada.

"Tantrayana banyak dianut oleh umat Buddha di Tibet. Mereka menggunakan benda suci roda dharma ini," ujarnya, sembari menunjukkan benda persegi berwarna hitam. Ujungnya berbentuk bulat.

Biasanya, umat Buddha Tantrayana bermeditasi sembari terus-menerus memutar lingkaran paling atas itu. Dengan harapan, supaya roda dharma terus berputar. Di depan roda dharma, terdapat lukisan para Boddhisatva. "Lukisan ala Tantrayana terpengaruh tradisi setempat. Begitu banyak ornamen yang detail dalam pakaian dan benda suci yang dikenakan," tunjuknya.

Di ruang pamer Mahayana terdapat mu yi atau alat pemukul berukuran kecil. Biasa digunakan sebagai pengatur ritme ketika beribadah. Dengan bunyi alat tersebut, umat dapat lebih berkonsentrasi dalam melafalkan sutra.

Sedangkan tradisi Theravada, panitia memajang beberapa patta. Yakni wadah berbentuk bulat, berukuran cukup besar. Pada bagian atas ditutup oleh penutup logam. "Theravada banyak dianut masyarakat Thailand. Setiap pagi, biksu membawa patta ini. Meminta dharma berupa makanan pada masyarakat," ujarnya.

Namun di depan benda-benda suci itu terdapat deretan replika stupa Borobudur. Berjajar dari ujung ke ujung. "Kalau stupa-stupa ini adalah simbol Buddha Nusantara. Di negara mana pun, tak dijumpai stupa seperti di Candi Borobudur ini. Maka itu adalah tradisi asli bangsa kita," terang pria 40 tahun itu.

Di bagian paling selatan, terdapat ruang berisi foto seorang biksu Buddha. Sosoknya sepuh dan berjanggut putih tebal. Ialah Mahabiksu Ashin Jinarakkhita. Pembabar dharma dan membimbing latihan meditasi vipassana.

Mendiang Biksu Ashin pula yang memelopori berdirinya Upasaka-Upasika, yang kini dikenal dengan nama Majelis Buddhayana Indonesia. Tepatnya pada 1955 di Semarang, tepat pada momen yang sama. Yakni Asadha.


PENGUNJUNG YANG TEKUN melihat koleksi dalam ruang Biksu Ashin Jinarakkhita, pelopor berdirinya Majelis Buddhayana Indonesia.-Julian Romadhon-Harian Disway-

Tahun ini merupakan peringatan 100 tahun meninggalnya Biksu Ashin. Abu jenazahnya diletakkan dalam sebuah wadah kaca. Diolah menjadi relik, berupa bulatan-bulatan kecil berkilau seperti permata.

Di hadapan relik Biksu Ashin, terdapat bantal-bantal yang digunakan umat Buddha bermeditasi. Mendoakan ketenangan mendiang di alam Nirwana. Di ruang itu juga terdapat foto-foto kiprah Biksu Ashin sejak tahun 50-an hingga meninggalnya pada 2003.

Pun terdapat replika tempat tidurnya yang sangat sederhana. Terbuat dari kayu, berselimutkan jubah biksu. Video yang menerangkan sosoknya juga ditayangkan dalam televisi yang terpasang di salah satu bilik. Ketokohannya dalam menyebarkan kebaikan, diganjar anugerah Bintang Mahaputra Utama oleh Pemerintah Indonesia. Tepatnya melalui Keppres RI tahun 2005.

Biksu Ashin pula yang memelopori berlangsungnya upacara Waisak untuk pertama kali di Candi Borobudur. Tepatnya pada 1963.

Buddhayana Cultural Expo berlangsung pada 26-30 Juli 2023. Pada hari pertama, hadir mantan ketua umum PBNU Said Aqil Siradj. Dalam sambutannya, ia menyebut bahwa semua umat beragama sebaiknya tetap mengingat dan merawat sejarah. Utamanya sejarah para tokoh agung yang telah berpulang.

"Seperti para Nabi. Seperti keteladanan Buddha Gautama. Tanpa merawat sejarah, maka eksistensi kita akan keropos. Keteladanan mereka harus ditanamkan dalam hati. Sampai akhir," ujarnya. Pun ia menekankan prinsip agama. "Bahwa semua agama harus dilandasi dengan semangat membangun persaudaraan dan membangun kemanusiaan," tambahnya.

Dalam rangkaian Buddhayana Cultural Expo terdapat talk show yang menghadirkan tokoh Buddha dan tokoh lintas agama. Seperti Bikkhu Dhirapunno, Pendeta Yerry Pattinasarani, Gus Faiz dari Tebuireng, Jombang dan tokoh-tokoh lainnya.

Acara tersebut merepresentasikan ajaran damai umat Buddha. Bahwa dengan beragam kegiatan dan perbincangan para tokoh agama, menunjukkan sikap saling toleran. Menghormati perbedaan dan sama-sama hidup harmonis dalam bingkai Pancasila. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: