Pemuda-Pemudi Ukraina Merasakan Kedamaian di World Youth Day 2023

Pemuda-Pemudi Ukraina Merasakan Kedamaian di World Youth Day 2023

MISA DELEGASI UKRAINA di Gereja Graca, Lisbon, 3 Agustus 2023. Mereka mendoakan perdamaian di negerinya.-MIGUEL RIOPA-AFP-

World Youth Day 2023, tempat konferensi muda-mudi Katolik terbesar di dunia, benar-benar menjadi tempat yang mendamaikan. Terutama bagi mereka yang negerinya sedang terkoyak perang.

 

DI Lisbon, Portugal, Olena Shevchuk menemukan jejak perdamaian itu. Jauh dari rasa sakit akibat perang di negaranya, Ukraina.

 

Dengan bendera negara Ukraina di punggungnya, wanita berusia 24 tahun itu terus bersuka cita. "Di sini ada musik di mana-mana, kafe dan restoran buka. Anda bisa pergi ke mana pun Anda mau," ungkapnya kepada Agence France-Presse.

 

Itu sangat kontras dengan kota asalnya, Vinntysia di tengah-tengah Ukraina. Perang berkecamuk. Jam malam ditetapkan pukul 23.00.

 

Shevchuk merupakan bagian dari kelompok sekitar 500 pemuda Ukraina yang melakukan perjalanan ke Portugal. Mereka ingin bergabung dengan Paus Fransiskus dalam acara yang berlangsung 1-6 Agustus 2023 tersebut.

 

BACA JUGA : World Youth Day: Paus Fransiskus Kecam Skandal Pelecehan Seksual di Gereja

BACA JUGA : World Youth Day 2023 : Sri Paus Minta Restu Bunda Maria Sebelum Terbang ke Lisbon

 

Tidak hanya Shevchuk, namun seluruh delegasi berusaha mencari kedamaian dan melepaskan diri dari perang selama berada di festival yang didatangi sekitar satu juta orang itu.

 

Roman Demush, pastor yang menjadi salah satu pemimpin delegasi, ikut buka suara. "Kami datang untuk menemukan sedikit kedamaian. Kami berdoa bagi perdamaian."

 

Menurut Demush, rombongannya adalah para pemuda yang hidup di kenyataan mengerikan. Pengeboman terjadi setiap hari. Ia mengatakan itu di sebuah gereja di kawasan Graca, puncak bukit Lisbon, yang berfungsi sebagai markas delegasi Ukraina selama acara.

 


PASTOR ROMAN DEVUSH di tengah-tengah gereja setelah memimpin misa demi perdamaian Ukraina.-MIGUEL RIOPA-AFP-

 

Shevchuk juga kaget melihat pesawat terbang. Sesuatu yang normal. Tetapi, di negaranya, pesawat melintas adalah tanda bahaya. Membawa rasa takut. Tanda bahwa akan ada pengeboman. "Kami sulit memahami kehidupan normal di sini. Kami tidak dapat mengingat kapan itu normal di negara kami," ujarnya.

 

Di antara para peziarah, para pemuda Ukraina yang mengenakan kemeja bordir tradisional dan membawa bendera kebanggaan warna kuning dan biru sangat mudah dikenali. "Semua orang menyapa kami dan mengatakan ‘kami bersamamu’, ‘kami berdoa untukmu,’," cerita Shevchuk yang merasakan dukungan emosional tersebut.

 

Di sebuah stan, relawan mengajak orang-orang untuk menggunakan headset VR. Mereka bisa menyaksikan adegan-adegan peperangan di Ukraina. Juga nestapa warga di tengah kemelut tersebut. Sungguh kontras dengan suasana meriah ada di Lisbon saat ini.

 

Pada Kamis, 3 Agustus 2023, Paus Fransiskus bertemu dengan 15 pemuda dari delegasi Ukraina. "Beliau mendengarkan cerita tentang keluarga dan pembantaian yang disebabkan oleh Rusia di wilayah kami," kata Pastor Demush.

 

Pertemuan itu menjadi momen emosional. Anggota delegasi berbicara, berdoa, dan pada akhirnya saling berbagi roti dan air secara simbolis.

 

Paus telah mengulang-ulang seruan perdamaian di Ukraina. Ia juga berusaha berperan sebagai mediator. Meskipun, hasilnya belum memuaskan.

 

Pemimpin tertinggi agama Katolik itu sejatinya juga mengusulkan pertemuan antara pemuda Ukraina dan Rusia dalam acara tersebut. Namun, hal itu tidak terwujud. Dan Demush percaya pertemuan seperti itu justru akan menimbulkan lebih banyak luka.

 


OLENA SHEVCHUK berfoto dengan membalutkan bendera Ukraina di tubuhnya setelah misa.-MIGUEL RIOPA-AFP-

 

Olena Syniuha, gadis 19 tahun dari Lviv di Ukraina Barat, mengatakan bahwa pertemuan semacam itu akan terasa aneh, tidak nyaman. Sebab, rasa sakit yang muncul akibat perang sudah begitu dalam. "Karena rasa sakit hidup di hati kita, kita tidak ingin berinteraksi dengan mereka," ujarnya. "Sangat menyakitkan melihat apa yang mereka lakukan," ungkap Syniuha.

 

Mayoritas delegasi adalah perempuan. Sebab, Ukraina yang membatasi laki-laki berusia 18-60 tahun untuk meninggalkan negaranya dalam kondisi wajib militer. Mereka harus bersiaga di negerinya. Sembari membayangkan perdamaian yang entah kapan tiba… (Riviera Michelle Irawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: