Alghorethicts: Etika untuk Otak Buatan di Era AI

ILUSTRASI Alghorethicts: Etika untuk Otak Buatan di Era AI-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
SELAMA tiga hari, 27–29 Mei 2025, saya berkesempatan mengikuti pertemuan internasional tentang makna (international meeting on meaning) di Vatikan yang diselenggarakan Scholas, sebuah yayasan pendidikan global yang didirikan Paus Fransiskus.
Acara itu mempertemukan pemimpin agama, akademisi, pegiat pendidikan, seniman, dan kaum muda dari berbagai negara untuk membicarakan tantangan dan harapan zaman ini.
Saya bersyukur mendapatkan kepercayaan pimpinan United in Diversity Foundation untuk mengikutinya. Di hari terakhir ditandatangani Deklarasi Alghorethicts –sebuah seruan penting tentang perlunya etika dalam algoritma kecerdasan buatan (AI).
BACA JUGA:Surreal Meme: Ketika Absurd Menjadi Cermin Realitas Digital
BACA JUGA:Ketika Media 'Mengadili' Profesi Dokter, Efek Buruk Generalisasi di Era Sensasi Berita
Mengapa perlu sampai membuat deklarasi khusus untuk AI? Bukankah teknologi lain seperti AC, kendaraan, atau bahkan pesawat juga telah lama membantu hidup kita tanpa menimbulkan kecemasan moral yang sama?
Jawabannya terletak pada satu kata kunci: kemandirian dalam pengambilan keputusan. Sejarawan Yuval Noah Harari pernah menyebutkan bahwa AI berbeda dari teknologi lainnya karena memiliki agensi, yaitu kemampuan membuat keputusan sendiri tanpa campur tangan manusia secara langsung.
Saat kita menonton video yang ”direkomendasikan” oleh TikTok atau Facebook, tak ada manusia yang menunjuk dan memilihkan konten itu satu per satu. Algoritma yang telah dilatih secara komplekslah yang bekerja –ibarat otak buatan– yang memutuskan konten apa yang akan kita lihat, kita suka, dan bahkan kita percaya.
BACA JUGA:Tantangan Etika dan Identitas dalam Pendidikan
BACA JUGA:Etika dan Integritas Pendidikan: Pembelajaran dari Polemik Disertasi Bahlil Lahadalia
Pertanyaannya, apakah otak buatan itu memiliki kepekaan terhadap keadilan sosial, pendidikan anak, harmoni masyarakat, atau kesehatan politik publik?
Di sanalah pentingnya alghorethicts, istilah baru yang menggabungkan ”algorithm” dan ”ethics” –etika dalam algoritma.
Gagasan itu tidak hanya soal mengatur teknologi, tetapi juga menanamkan nilai tanggung jawab sosial ke dalam mesin yang berpikir. Bahwa sejak awal desain, pelatihan, hingga penerapan kecerdasan buatan, perlu ada muatan nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan.
BACA JUGA:Ekspektasi vs Realitas: Ketika Klaim Bisnis Lebih Banyak Dramanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: