Najwa Shihab Sharing Dinamika Jadi Wanita Karier dan Ibu Rumah Tangga

Najwa Shihab Sharing Dinamika Jadi Wanita Karier dan Ibu Rumah Tangga

Najwa Shihab di tengah kerumunan komunitas Narasi Academy di Surabaya. -Putra-putra

HARIAN DISWAY – Produktivitas sebagai seorang jurnalis perempuan sekaligus ibu rumah tangga yang memiliki jiwa enterpreneurship mendorong Najwa Shihab terus berinovasi.

Pun mengambil keputusan yang sulit. Itulah hal pertama kali yang dibahas dalam tajuk Bergerak, Berkarya, Berdampak oleh Najwa Shihab dalam agendanya bersama Narasi Academy di Surabaya.

Keluar dari MetroTV dengan keinginan menyebarkan isu yang lebih luas ketimbang sekadar politik dan hukum jadi konsekuensi yang harus ia terima. Hal tersebut memaksanya untuk belajar lebih luas terkait pola pikir antara pragmatisme dan idealisme dalam memimpin sebuah perusahaan.

Dengan pemikiran yang seperti itu ia kerap kali menolak kolaborasi suatu instansi atau komunitas yang tidak sesuai dengan visi misinya. “Intinya anak muda jangan terus-terusan berada di zona nyaman kalau enggak mau ketinggalan zaman. Terlebih lagi bagi perempuan,” ungkap Najwa.

Najwa juga menceritakan bagaimana perubahan mindset yang didapatnya ketika memilih menjadi seorang ibu rumah tangga sekaligus wanita karier di industri media. Ia mengaku belajar dari berbagai kejadian di lapangan.

Seperti ketika mewawancarai pejabat. Najwa melihat bagaimana ketika ia pertama kali mengenalnya dengan sangat baik. Kemudian orang itu naik pangkat dan mendapat posisi baru. Lalu secara mengejutkan orang itu tiba-tiba saja sudah berada di lapas untuk diadili.

“Yang saya dapatkan selama berproses di dunia media adalah tamparan keras oleh Tuhan yang menunjukkan siklus kehidupan manusia. Ada kalanya di atas dan secara mengejutkan berada di bawah,” ujarnya.

BACA JUGA: Pesan Najwa Sihab untuk Jurnalis Perempuan: Jangan Melulu Liputan Traveling, Ambil Yang Lebih Hard!

Perempuan Bukan Pembantu

Selain hal di atas, Najwa menyinggung bahwa bukan perkara mudah menjadi sosok superwoman bagi sebagian kalangan perempuan terutama dalam kehidupan berkeluarga.

Menurut jurnalis profesional itu istilah superwoman atau women can do it all menjadi beban yang pada akhirnya mencelakai bahkan membunuh perempuan itu sendiri.

Sebab banyak pekerjaan domestik rumah tangga yang selalu dikerjakan oleh perempuan, sedangkan untuk kasus laki-laki dalam pekerjaan tersebut sangat jarang.

“Jadi kadang-kadang saya itu mempertanyakan kenapa sih perempuan itu selalu identik dengan pekerjaan rumah tangga? Bukankah laki-laki juga bisa melakukan itu?,” celetuk founder Narasi tersebut.

Ia bahkan tak segan untuk menunjukkan data yang mengungkap bahwa peran ayah di rumah sejak tahun '80an hingga masa sekarang didapati hanya naik sekitar 7 menit untuk pengasuhan dalam rumah tangga.

Data itu juga tidak berubah sekalipun pandemi Covid-19 yang mengharuskan seorang ayah berada di rumah selama 24 jam. Tidak ada peningkatan jumlah banyaknya waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk keluarga di rumah.

Maka kesuksesan seorang laki-laki bukan hanya diukur dari seberapa tinggi jabatan mereka atau seberapa banyak gaji yang mereka dapatkan, melainkan sukses sebagai suami yang memiliki pola pikir lebih jauh dan lebih baik.

“Tidak ada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan kecuali dalam pekerjaan domestik rumah tangga,” ucapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: