Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (2): Harga Diri Perempuan

Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (2): Harga Diri Perempuan

Anna Sungkar, kurator pameran, saat berbicara pada pembukaan pameran Marwah, hasil kerja sama Komunitas Seni Art Pora dan Amuba, pada 14 Agustus 2023 lalu. -Revoluta Syafri-

HARIAN DISWAY - Masing-masing perupa dalam Marwah mengambil angle tertentu dari dunia perempuan. Setiap karya itu merepresentasikan secercah dunia perempuan menurut versinya. Tetapi, jika semua karya digabungkan, kita mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang realita dunia perempuan.
 
Dalam seni, kita mengenal istilah apropriasi. Ia mengambil dunia dalam karya menjadi dunia batin yang dimiliknya. Sementara apresiasi adalah ia mengambil karya tersebut menjadi miliknya pribadi atau mengoleksi.
 
Namun mengoleksi bukanlah satu-satunya jalan apresiasi. Di zaman now, banyak pecinta seni melakukan foto selfie terhadap suatu karya yang disenanginya. Karena sebetulnya mereka sedang melakukan dua hal yakni apropriasi dan apresiasi.

BACA JUGA: Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (1): Mengedepankan Dignity
 
Ia memindahkan karya tersebut yang attached dengan dirinya, ada di sampingnya, ke dalam akun media sosial yang dimilikinya. Sehingga salah satu ukuran keberhasilan perupa di zaman now adalah berapa banyak orang yang like atas karyanya di media sosial.
 
Kadangkala, menjadi viral jauh lebih berarti ketimbang mendapatkan review dari ahli seni. Bagi 78 perupa perempuan yang ikut serta, bila pameran ini berhasil, banyak pengunjung, menjadi viral, mendapat pemberitaan media, mendapat applause dari kritikus seni, merupakan jalan menegaskan marwah, kemuliaan, harga diri kaum perempuan setelah 78 tahun Indonesia merdeka.
 
Dari pameran didapatkan beberapa kecenderungan penting dari karya-karya yang tampil dalam pameran Marwah ini. Dari karya-karya yang masuk terlihat bahwa kombinasi karya ke 78 perempuan perupa itu dapat menggambarkan dunia perempuan secara utuh. 
 
Sistem Reproduksi
Mari kita mulai dari karya Ariesa Pandanwangi yang berjudul Embrio. Pada lukisan itu perempuan dipersonifikasikan sebagai rahim yang menjaga embrio. Sementara watak feminim perempuan digambarkan sebagai gerak dan alur ekspresi lentur, lembut mengalun dalam bentuk rajutan kain dan benang. 
 
Sejalan dengan itu, Indyra dalam karyanya Identitas, melihat perempuan dikodratkan sebagai subjek reproduksi. Terlihat ada blok putih lancip memanjang yang mengisyaratkan itu. Perempuan dengan dukungan energi semesta akan menjadi istri, ibu, pendidik, pekerja dan pemimpin yang bisa beropini.
 
Ni Nyoman Sani dalam Entrance, melukiskan bagian sensitif tubuh dan kebendaan yang sangat dekat, yang seringkali ditemui di sekitar. Olahan karya berbentuk garis-garis intens yang ritmis menjadi abstrak bervolume. Kecendrungan pewarnaan hitam putih menjadi pilihannya, demi menekankan pada kekuatan layer-layer garis.
 
Nia Gautama menggambarkan rahim sebagai ruang, yang menampung benih-benih hidup untuk dilepaskan ke dunia baru, dalam Muara Tumbuh #3. Karya itu melambangkan sumber kelahiran dan kehidupan baru yang bermartabat dan masa depan yang lebih baik.
 
Niken Larasati menceritakan tentang kelahiran merupakan awal dari roda kehidupan manusia yang diawali dari rahim seorang ibu, yang secara kodrat fisik hanya bisa dilakukan oleh seorang perempuan. Adegan kelahiran itu digambarkan dalam karyanya yang berjudul Merawat Kasih Sejuta.
 
Raga
Demikianlah, pada tahap awal para perupa menggambarkan perempuan dengan fokus pada hal-hal yang terkait dengan sistem reproduksi, dan selanjutnya bergerak ke tubuh atau raga itu sendiri. Dzikra Afifah mendapat pemahaman bahwa proses penciptaan memiliki kualitas feminin. Sebagaimana tubuh bertindak sebagai wadah yang mengandung daya hidup dan daya transformatif. 
 
Pada patung Semper Femina dan Portrait of Henryette Louise, ia menggambarkan kualitas feminin sebagai dorongan, kekuatan, dan daya cipta untuk terus berubah dan berkembang. Henryette Louise mengolah kanvas sebagai lelaku mengartikulasikan diri dan memahami lingkungannya. 
 
Penggarapan kanvas yang dilakukannya memberikan energi dan pengaruh yang menggerakkan dirinya. Aktivitas tersebut memberinya pandangan reflektif terhadap tubuh yang berubah, usia, penyakit, kehilangan, dan kematian, tergambar pada karyanya, State of Being.
 
Puput Sri Rezeki dalam karyanya Paradox, Paradox, ingin menampilkan sosok tubuh manusia sebagai kesatuan yang utuh. Dengan seni mempertahankan diri kita dapat menopang identitas, menyambung satu per satu bagian yang telah hilang dan kembali lagi seutuhnya dan bertransformasi menjadi karakter yang lebih baik dan kokoh. 
 
Talitha Maranila mengungkap hubungan realitas fisik dan spiritual melalui sistem dalam tubuh. Stainless kaca dan pleksiglas yang terintegrasi dalam bentuk permata sebagai bentuk penyatuan jagad besar dan jagad kecil pada diri manusia. Karya The Beginning of Golden Age - The Age of Becomingterbagi atas tiga bagian yang merupakan manifestasi dari eksistensi akal, raga, dan jiwa. 
 
Erika Ernawan mencoba memahami makna sebuah subjek tanpa mengobjektifikasi, dengan mengalami dan melibatkan diri ke dalamnya. Untuk melihat sudut yang tidak hanya tampak di permukaan, dalam Form 7. 
 
Karena manusia modern hanya mengandalkan rasio sebagai satu-satunya landasan utama dalam memahami realitas. Hal ini menggeser dan mengabaikan peran proses pengalaman di dalamnya. Di mana definisi tubuh di dalam karya menjadi subjektif.
 
Pikiran
Mari kita bergerak ke yang lebih atas lagi, yaitu bagian kepala. Ada dua hal yang akan dieksplorasi, yaitu soal pikiran dan wajah. Lenny Ratnasari Weichert melihat perempuan yang berpikir dan mencari keputusan secara kreatif itu ibarat pohon yang tumbuh. Dalam karyanya Berpikir, akar dan sulur melambangkan masyarakat yang berasal dari agama, suku, ras, dan budaya yang berbeda. 
 
Ve Dhanito mengangkat kemampuan otak manusia untuk berubah melalui pengalaman maupun pembelajaran hal baru, dalam Livewired. Pemikiran yang terbuka dan keinginan untuk mempelajari hal baru adalah bagian terpenting dalam proses neuroplasticity. Membuat kita semakin lebih memahami cara pandang orang lain. Terutama yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. (Oleh: Anna Sungkar, kurator) 

Indeks: Perjalanan hidup perempuan melalui perubahan-perubahan yang terjadi, baca selanjutnya…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: