NU dan Jokowi Adalah Koentji! Menentukan Kemenangan pada Pilpres 2024

NU dan Jokowi  Adalah Koentji! Menentukan Kemenangan pada Pilpres 2024

Jokowi dan NU adalah Kunci: Presiden Jokowi dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam acara Festival Islam Nusantara di Banyuwangi, Januari 2023 -Setpres-

HARIAN DISWAY - Pengajar Sosiologi Politik dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta Kuskridho Ambardi menyatakan Presiden Jokowi dan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi penentu kemenangan kontestan Pilpres 2024. 

Hal ini tak lepas dari pengaruh sosio politik dari dua entitas ini. Jokowi sebagai presiden incumbent dan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang memiliki jutaan anggota. 

Hal ini mata pria yang akrab disapa Dodi ini, bisa dilihat dari hasil survei dari berbagai lembaga yang menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo sangat tipis. 

BACA JUGA:Jokowi Ajak Prabowo dan Ganjar Blusukan ke Pasar Grogolan, Pekalongan

Saking tipisnya, selisih elektabilitas tersebut masih masuk dalam batas galat atau batas kesalahan (margin of error).

“Jarak (elektabilitas,Red) antara Pak Prabowo dan Pak Ganjar masih dalam rentang margin of error. Kalau dengan Mas Anies memang agak jauh jaraknya,” jelasnya Kamis, 31 Agustus 2023. 

Dodi mencoba meneliti jarak tipis antara dua capres ini. Dengan simulasi margin error umumnya 2 persen di berbagai survei.  

Maka jika hasil survei Ganjar ditambah 2 persen dan Prabowo dikurangi 2 persen atau sebaliknya, maka salah satu dari keduanya cukup mencari tambahan suara sekitar 5 hingga 7 persen supaya bisa memenangi laga politik lima tahunan ini. 

BACA JUGA:Ketika Prabowo Subianto Mengenang Bu Tien Soeharto, Mantan Mertuanya

“Ketika 5 sampai 7 persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis massa terbesar di Indonesia saya kira sangat bisa,” ujar Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 2010-2019 yang akrab dipanggil Dodi ini.

Penyandang gelar Doktor ilmu politik dari Ohio State University (OSU) Amerika Serikat ini menganalisa, dukungan dari NU sangat diperlukan karena organisasi yang kini telah berusia 2 abad ini memiliki basis massa loyal tradisional yang cukup bisa digerakkan oleh sebuah tim. 

“NU juga memiliki pengalaman menggerakkan massa. Banyak juga tokoh NU yang memiliki pengalaman elektoral,” jelasnya. 

Selama ini, karena pengurus PBNU terikat khittah untuk tidak berpolitik praktis, mereka tidak bisa secara terang-terangan menggerakkan warga NU sehingga di setiap pemilihan legislatif suara nahdliyin tersebar di banyak partai politik.

“Padahal di luar struktur, PBNU bisa membentuk tim bersifat ad hoc misalnya, yang bisa menjadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi untuk mengajak pulang kandang warganya dałam satu komando PBNU,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: