PKI, Indonesia, dan Cile
Ilustrasi PKI.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bahkan, Jokowi sendiri dianggap sebagai PKI. Tuduhan semacam itu terlalu keras. Namun, dalam praktiknya, banyak orator yang memakai ungkapan tersebut secara terbuka.
Upaya rekonsiliasi sudah dilakukan beberapa kali tanpa hasil. Terbaru, Jokowi berusaha melakukan rekonsiliasi dengan memberikan konsesi kepada pelarian politik di luar negeri untuk kembali ke Indonesia.
Banyak aktivis politik yang menjadi eksil di Eropa dan tidak berani pulang ke Indonesia karena takut dipersekusi karena afiliasinya dengan aktivitas politik kelompok kiri. Atas nama hak asasi, Jokowi berusaha memfasilitasi mereka supaya bisa balik ke Indonesia.
Kebijakan Jokowi itu ditentang keras oleh kelompok anti-PKI di Indonesia. Upaya tersebut dianggap sebagai bukti bahwa rezim Jokowi dekat dengan PKI.
Tuduhan akan kemunculan kembali PKI pun makin nyaring terdengar. Trauma politik PKI itu menjadi pergolakan sepanjang masa bagi Indonesia yang, tampaknya, belum akan bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
Banyak negara yang mengalami trauma politik seperti Indonesia. Bedanya, negara-negara itu bisa menyelesaikan pergolakan tersebut dan sekarang bisa move on. Indonesia belum bisa meniru jejak negara-negara itu.
Sejarawan Amerika Serikat, Jared Diamond, mengungkap pengalaman tujuh negara dalam menghadapi krisis nasional dan cara utuk mengatasinya.
Dalam bukunya, Upheaval: Turning Points for Nations in Crisis (2019), Diamond menelusuri sejarah pengelolaan krisis di negara Finlandia, Jepang, Cile, Indonesia, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat.
Setiap negara itu mengalami krisis nasional yang mengancam eksistensi. Namun, negara-negara tersebut kemudian bisa mengatasi krisis itu.
Secara khusus Diamond mengulas krisis Indonesia dalam satu bab. Ulasan Diamond tentang Indonesia tak lepas dari pengalaman subjektifnya sebagai peneliti.
Diamond datang ke Indonesia kali pertama pada 1979. Ia menginap di sebuah hotel yang dinding lobinya dihiasi lukisan kisah sejarah, peristiwa 35 tahun sebelumnya, Pemberontakan Komunis 1965.
Tapi, lukisan itu tentu tidak menyebutkan apa yang terjadi setelahnya: tragedi hilangnya nyawa setengah juta orang Indonesia atas dorongan Angkatan Bersenjata.
Semasa Orde Baru, hal tersebut tabu dibahas. Tetapi, tidak demikian setelah Reformasi 1998.
Kasus Indonesia itu, oleh Diamond, disamakan dengan kasus Cile yang sama-sama menghadapi peristiwa kudeta menggulingkan rezim kiri yang populis.
Soekarno dari Indonesia dijatuhkan rezim militer di bawah Soeharto. Sedangkan rezim kiri Cile di bawah Salvator Allende dijatuhkan rezim tentara di bawah Augusto Pinochet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: