Mengenal Asal Usul Papeda, Makanan Khas Maluku dari Tepung Sagu yang Jadi Google Doodle Hari Ini
Begitu krusialnya peran sagu bagi masyarakat Papua dan Maluku, bubur papeda juga seringkali disajikan untuk masyarakat adat Sentanu dan Abrab di daerah Danau Sentani, Arso, serta Manokwari.
Papeda masa kini yang diolah menjadi jajanan kaki lima. Namun, bagaimana asal usulnya? Yuk simak penjelasan berikut. -Cookpad. -
Selain itu, papeda juga disajikan pada upacara adat Papua yakni Watani Kame. Upacara Watani Kame sendiri adalah upacara adat yang menandakan berakhirnya siklus kematian seseorang.
Nantinya, papeda dengan porsi paling banyak akan dibagikan kepada relasi yang sangat membantu selama proses upacara Watani Kame.
Sementara itu, di Inanwatan, Papua Barat, pada kelahiran anak pertama, tuan rumah wajib menyajikan papeda bersama daging babi bagi para tamu undangan. Di daerah tersebut, papeda juga dimakan oleh wanita-wanita ketika proses pembuatan tattoo sebagai penahan rasa sakit.
Melipir ke Pulau Seram, Maluku, Suku Nuaulu menyebut papeda dengan nama lain sonar monne. Makanan sonar monne telah disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis.
Demi menghormati kepercayaan tersebut, suku Nuaulu dan Suku Huaulu melarang wanita yang sedang dalam masa pubertas memasak papeda.
Pasalnya, proses merebus sagu menjadi papeda dianggap sebagai hal yang tabu.
BACA JUGA:Puncak Hari Santri Dimulai dengan Tanam Ribuan Bibit Mangrove di Pantai Romokalisari Surabaya
Saat ini, masyarakat Papua, Maluku dan sekitarnya menjadikan papeda sebagai makanan pokok mereka. Proses mengolah sagu menjadi bubur papeda membutuhkan sebuah belanga dimana air mendidih dituangkan ke dalam saripati sagu sembari diaduk hingga mengental.
Jika sudah mengental, biasanya terjadi perubahan warna. Dari yang semula putih, menjadi bening keabu-abuan. Pengadukan dalam proses ini harus searah sampai tekstur benar-benar merata seperti lem.
Papeda biasanya dipasangkan dengan sepasang sumpit atau dua garpu khusus digunakan untuk mengambil dan menyantapnya.
Caranya cukup mudah, hanya dengan menggulung-gulung hingga bubur papeda melingkari sumpit atau garpu, lalu diletakkan di piring dan siap disantap bersama kuah kuning.
Papeda tak perlu dikunyah, menyantap papeda dapat langsung diseruput dan ditelan karena teksturnya yang kenyal.
Sayangnya, makanan khas tanah Papua dan Maluku ini mulai sulit ditemukan, bahkan di daerah asalnya pun sudah mulai jarang dihidangkan sebagai makanan sehari-hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: