Dua Petinggi Ormas Keagamaan Indonesia Sindir Politik Dinasti di Tanah Air Lewat Pantun dan Kelakar

Dua Petinggi Ormas Keagamaan Indonesia Sindir Politik Dinasti di Tanah Air Lewat Pantun dan Kelakar

Dua tokoh ormas keagamaan terbesar di Indonesia, KH. Mustofa Bisri dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti sama-sama menyindir praktek politik dinasi di Indonesia-TVNU, muhammadiyah.or.id-

HARIAN DISWAY - Dua petinggi ormas keagamaan Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sama-sama melontarkan sindiran terhadap praktek politik dinasti yang ditengarai tengah terjadi di tanah air baru-baru ini. 

Dua tokoh tersebut adalah Mustasyar PBNU dan ulama kondang asal Rembang, KH. Mustofa Bisri dan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr. Abdul Mu’ti. 

Sindiran pada praktik politik dinasti dilontarkan oleh KH. Mustofa Bisri dengan sebuah pantun yang dibacakannya dalam forum Taman Budaya Surakarta pada Selasa malam, 31 Oktober 2023.   

BACA JUGA:Jokowi Enggan Komentari Tudingan Politik Dinasti di Hasil Putusan MK

“Ada sirup rasa jeruk dan durian, ada keripik rasa keju dan ikan…” kata pria yang akrab disapa Gus Mus tersebut memulai sampiran. Isi pantun yang menyusul lantas mengejutkan hadirin. 

“Ada republik rasa kerajaan,” seloroh Gus Mus disambut riuh sorakan penonton. 

Pantun Gus Mus tersebut direspon meriah karena dianggap cocok dengan kondisi saat ini dimana dugaan praktik politik dinasti tengah menguat di masyarakat. 

Bak gayung bersambut, sindiran bernada serupa dilontarkan oleh Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam sebuah wawancara dengan salah satu media nasional di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.  

BACA JUGA:Langkah Prabowo-Gibran Makin Mulus: DPR RI Setujui Perubahan PKPU dan Perbawaslu Sesuai Putusan MK

Harian Disway telah mendapatkan persetujuan Mu’ti untuk membuat pernyataannya kembali. Abdul Mu'ti menyebut ada tiga cara orang mendapatkan sebuah kekuasaan. 

“Saya sempat bercanda, ada orang yang dapat jabatan dengan menumpahkan darah, ada yang dapat jabatan dengan berdarah-darah, ada yang dapat jabatan dengan hanya modal hubungan darah," ungkapnya. 

Pernyataan kedua tokoh tersebut dianggap mewakili keresahan publik atas menguatnya dugaan politik dinasti yang terjadi di Indonesia. 

Dugaan itu menguat pasca keputusan MK dengan perkara 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan orang yang belum berusia 40 tahun untuk menjadi Capres dan Cawapres dengan syarat sudah memiliki pengalaman menjadi kepala daerah.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: