Kisah Perjuangan Organisasi Kemanusiaan Caritas Internationalis di Palestina dalam Perang Hamas-Israel
Sekretaris Jenderal Caritas Internationalis Alistair Dutton (ketiga dari sebelah kiri) bersama staf-stafnya saat bertemu di Caritas Yerusalem pada Jumat, 24 November 2023. -Caritas-
"Jadi ketika Anda mendengar hal pertama di pagi hari bahwa orang yang telah Anda dering selama berhari-hari tidak lagi bersama kami. Itu sangat mengganggu," ungkapnya.
BACA JUGA:Biografi Mahmoud Darwish, Penyair Palestina yang Berhasil Jadi Mimpi Buruk Israel
Meskipun akses menuju Gaza ditutup, mereka tetap dapat mentransfer sejumlah uang ke Gaza. Hal ini menjadi kabar baik bagi mereka agar staf-stafnya di Gaza dapat membeli sesuatu dari uang tersebut.
"Jadi bukan hanya pasokan kemanusiaan yang begitu penting, itu adalah pasokan komersial sehingga orang dapat membeli barang-barang ketika mereka menerima bantuan tunai yang mereka kirim," jelasnya.
Penutupan Perbatasan antara Yerusalem dan Tepi Barat
Dutton mengatakan bahwa perbatasan antara Yerusalem dan Tepi Barat telah ditutup dan semua izin perjalanan telah ditangguhkan sejak 7 Oktober 2023.
Artinya, tidak ada satu pun staf Caritas yang dapat bergerak keluar-masuk perbatasan sehingga kapasitas operasi kemanusiaan mereka sangat terbatas.
Selain itu, Dutton menambahkan bahwa sekitar 200.000 warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat tidak dapat pergi bekerja sejak 7 Oktober. Artinya, mereka tidak memperoleh pendapatan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Hal tersebut berdampak pada sektor ekonomi Israel. Pemerintah Israel menanggung dampak ekonomi akibat peperangan ini. Untuk itu, Sekjen Caritas Internationalis mengharapkan perdamaian dari kedua belah pihak di Tanah Suci.
"Semakin cepat perdamaian datang ke Tanah Suci, semakin baik bagi Israel dan rakyat Palestina," tutup Sekjen Dutton. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: