Tradisi Upacara Kematian dalam Suku Tengger (1): Dalan Padhang, Papan Jembar

Tradisi Upacara Kematian dalam Suku Tengger (1): Dalan Padhang, Papan Jembar

Beragam sesaji yang digunakan dalam prosesi upacara kematian, untuk mendoakan ruh. -@nadyagazali-

HARIAN DISWAY - Setiap tradisi memiliki caranya sendiri terkait kematian. Seperti Suku Tengger yang berdiam di lereng Bromo. Romo Dukun Puja Pramana, pemuka agama Hindu Tengger dari Desa Ngadiwono, Pasuruan, memaparkan beragam ritus tentang kematian khas Tengger.

Terkait kematian, Suku Tengger memiliki berbagai tahapan ritual. Bagi mereka, mati adalah sebuah kepastian hidup. Kedatangannya tak perlu ditakuti. Hanya, ketika seseorang hidup di dunia, sebaiknya melakukan perbuatan baik. 

Supaya kelak ruh mereka yang meninggal dapat abadi di alam kelanggengan, menyatu dengan semesta, atau terlahir kembali sebagai pribadi yang memiliki keutamaan. Itu disampaikan Romo Puja, pemuka agama Hindu Tengger, melalui talkshow Night at The Museum #7: Remembering The Death.
Romo Dukun Puja Pramana, pemuka Hindu Tengger yang tinggal di Desa Ngadiwono, Pasuruan. [email protected]

Talkshow online tersebut digelar oleh Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP, Unair, pada 16 November 2023 lalu. Dalam talkshow tersebut dipaparkan, dalam kepercayaan Suku Tengger, terdapat tiga bagian kematian. "Pati, Salah Pati dan Ulah Pati. Itu kategorisasinya," kata Romo Puja.

Pati merupakan kematian wajar. Misalnya karena usia tua, atau meninggal karena penyakit tertentu. Sedangkan Salah Pati berarti kematian yang disebabkan faktor kecelakaan, dibunuh, atau mengalami bencana alam.

Ulah Pati adalah kematian yang disebabkan karena bunuh diri. Terdapat berbagai tradisi untuk mengupacarai tiga kategori kematian itu. Tapi sebelumnya, Romo Puja memaparkan tentang kondisi ruh seseorang pasca-kematian.

"Setelah kematian, ruh akan bersatu dengan Tuhan atau alam. Ibarat setitik air yang bergabung dalam samudera yang luas. Ruh pun di alam akhirat akan menghadapi hukum Karmapala," ujar pria 35 tahun itu.

Karma artinya perbuatan, pala adalah hasil dari perbuatan tersebut. Perbuatan seseorang dapat membuahkan hasil atau ganjaran ketika orang itu masih hidup. Hal itu disebut Prarabda Karmapala. Misalnya, jika seseorang kerap berbuat baik, maka karmanya di dunia, ia mendapat limpahan kasih dari sesama.
Romo Dukun Puja Pramana berbicara tentang tradisi Tengger terkait kematian dalam talkshow Night at The Museum #7. -Guruh Dimas N-

"Lalu ada yang disebut Kriyamana Karmapala. Yaitu perbuatan seseorang, baik dan buruk, akan diterima orang itu saat berada di alam akhirat," ungkapnya. Jika perbuatannya baik, maka akan diganjar kebahagiaan atau kelanggengan di akhirat. Tapi jika buruk, maka akan mendapat hukuman.

Kemudian Sancita Karmapala. Yakni perbuatan yang dilakukan seseorang selama hidup, akan mendapat hasilnya pada kehidupan berikutnya, atau saat orang tersebut mengalami reinkarnasi. "Filsafat karmapala oleh orang Jawa disebut ngunduh wohing pakarti. Apa yang kita tanam, akan kita tuai. Entah semasa hidup, di alam akhirat, atau kehidupan berikutnya," ujarnya.

Di kalangan Suku Tengger, saat orang meninggal, ruh orang tersebut tidak pergi kemana-mana. "Masih berada di sekitar situ. Sebab, ia masih terikat dengan 'badan kasar' atau jasad," ungkapnya. Maka, pada hari ketiga, dilaksanakan upacara Telung Dina. Gunanya agar ruh orang yang meninggal dapat tenang dan melunturkan ikatan-ikatan keduniawiannya.

Kemudian Suku Tengger mengadakan upacara Ngracut, tepat pada tujuh hari kematian orang tersebut. Upacara itu dilangsungkan untuk mengembalikan Panca Maha Bhuta. Yakni lima unsur pembentuk alam semesta yang terdiri dari: unsur padat, cair, cahaya, udara dan ruang. 

Unsur yang termanifestasi dalam tubuh manusia, berupa buana alit (mikrokosmos atau diri), dan buana agung (makrokosmos atau spiritual, penghayatan manusia sebagai bagian dari semesta).

Dalam upacara Ngracut, dilangsungkan upacara Pamegat Atma atau Pamegat Sukma. Yakni proses penyucian ruh agar tak terikat lagi dengan badan kasar, serta mendapat ketenangan selama mengarungi langkah menuju alam kelanggengan. "Dalam upacara itu, kami mengucap doa, dalan padhang, papan jembar," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: