Mutilasi Dukun Lintrik
Ilustrasi dukun lintrik memutilasi korban.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Apa sih pelet kartu lintrik itu? Pelet biasa digunakan pria untuk memikat perempuan, dari semula tidak suka menjadi suka pada pengguna pelet. Itu dikenal orang Jawa sejak puluhan tahun silam.
Dikutip dari disertasi ilmiah Dendy Eka Setyawan dari Universitas Negeri Malang, bertajuk Dukun Lintrik, Kajian Konstruksi Sosial tentang Praktik Dukun Lintrik di Kabupaten Lumajang (2021), disebutkan bahwa dukun lintrik dulu berasal dari Lumajang, Jatim. Setidaknya, masyarakat Lumajang paham dan percaya pada dukun lintrik.
BACA JUGA: Latar Asmara, Mutilasi Wanita di Bekasi
Dukun lintrik menggunakan sarana kartu lintrik (semacam kartu domino, bergambar khas, isi 60 kartu, dijual di toko online). Gunanya untuk permainan semacam main domino. Bukan untuk perdukunan. Kemudian (sejak sekitar tahun 1950-an), berkembang jadi perdukunan, menggunakan sarana kartu tersebut.
Riset dilakukan di Desa Denok, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang. Sebab, di situlah pusatnya lintrik. Teknik riset: Observasi partisipatoris. Artinya, periset ikut terlibat dalam hal yang diriset, menyatu dengan para dukun lintrik.
Menurut riset itu, dukun lintrik melakukan penerawangan atau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain selain dukun. Penerawangan (dari kata terawang) masa kini di tempat yang jauh maupun di masa depan. Intinya meramal.
Hasilnya: dukun lintrik menggunakan ilmu kuning atau ilmu yang memiliki niat baik meski media yang digunakan jenis ilmu hitam. Ilmu hitam berarti untuk tujuan kejahatan, bertransaksi dengan iblis.
Praktik perdukunan lintrik dilakukan tertutup (tidak promosi). Sistem marketing getok tular dari mulut ke mulut.
Awalnya, sekitar 1950-an, perdukunan lintrik dilakukan para muncikari di tempat prostitusi. Untuk meramal usaha prostitusi bakal ramai atau sepi. Kemudian, ditiru para pelacur di tempat itu untuk menebak jumlah uang yang dikantongi konsumen yang datang.
Sebab, di zaman itu banyak hidung belang yang menyewa pelacur, tapi ternyata tidak punya uang untuk membayar jasanya. Setelah selesai, banyak alasan. Jadi, kalau konsumen diterawang dengan kartu lintrik, bahwa uangnya di kantong tidak cukup untuk membayar jasa, pelacurnya menolak sebelum transaksi.
Itu digunakan karena banyak ramalan lintrik oleh para pelacur yang konon akurat.
Lama-lama, terawang para pelacur itu tersebar ke konsumen, tersebar ke masyarakat luas. Pada 1960-an sudah ada dukun lintrik. Mereka belajar dari para germo dan pelacur. Mereka tidak promosi. Marketing getok tular.
Tapi, sudah lama tidak ada lagi dukun lintrik. Setidaknya, sejak 1980-an sudah tidak ada lagi. Sebab, banyak melesetnya. Tipu-tipu. Tidak dipercaya orang lagi.
Kini ”dimodernisasi” Rohman dengan promosi di medsos. Menjerat korban lulusan Universitas Pelita Harapan. Seumpama membaca riset dan sejarah dukun lintrik, korban mungkin ogah minta pelet dukun lintrik.
Kini Rohman dijerat dengan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: