Mengenal Buya Syakur, Ulama NU yang Tutup Usia setelah Perjuangan Panjang Melawan Sakit
KH Syakur Yasin atau akrab disapa Buya Syakur meninggal dunia di usia 75 tahun pada pukul 02.00 WIB. Bertepatan hari Rabu, 17 Januari 2024 di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. -NU Online-
HARIAN DISWAY – Kabar duka datang tentang salah seorang ulama Nahdlatul Ulama (NU). KH Syakur Yasin atau akrab disapa Buya Syakur meninggal dunia di usia 75 tahun pada pukul 02.00 WIB. Bertepatan pada Rabu, 17 Januari 2024 di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat.
Kabar ini disampaikan oleh Kiai Rifqiel Asyiq dan pertama kali diunggah pada laman NU Online. "Innalillahi wainna ilaihi raaji'un. Sampun kapundut dateng kersane Gusti Allah (telah dipanggil ke Rahmatullah) KH. Buya Syakur Yasin Cadangpinggan. Mugi Husnul Khatimah," tulisnya.
BACA JUGA: KH Buya Syakur Yasin Wafat, Ulama Kharismatik Indramayu dan Pengasuh Ponpes Cadangpinggan
Buya Syakur lahir di Desa Tulungagung, Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu, Jawa Berat. Beliau dikenal sebagai sosok ulama yang memiliki kharisma menarik. Bahkan, pengajian rutin yang diadakannya sering mendapatkan perhatian masyarakat dari berbagai kalangan.
Gaya Buya Syakur dalam menyebarkan ajaran Islam dinilai khas para ulama NU. Suaranya selalu dapat menenangkan hati. Saat menyampaikan suatu permasalahan yang kompleks, ia berbicara dengan perlahan dan penuh konsentrasi.
Ulama kelahiran tahun 1948 ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di pesantren. Selama 12 tahun, Buya Syakur mengenyam pendidikan agama di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon.
Karena dibesarkan di pesantren, ia belajar tentang agama dan etika sejak dini. Ia juga melanjutkan pendidikannya untuk memperluas ilmu di Timur Tengah dan Eropa. Bahkan, Buya Syakur sempat menempuh pendidikan di Oxford, Inggris.
BACA JUGA: Jubir Timnas AMIN: Pernyataan Saifullah Yusuf Langgar Khittah NU
Setelah hampir 20 tahun menjalani pendidikan akademis di Timur Tengah dan Eropa, Buya Syakur memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada 1991. Ia kembali bersama Gus Dur, Quraish Shihab, Nurcholis Majid dan Alwi Shihab.
Sejak saat itu, ia mengabdikan dirinya untuk berdakwah di Indramayu, kampung halamannya. Ia mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Cadangpinggan pada 2000. Enam tahun setelahnya, ia berhasil mendirikan Pondok Pesantren miliknya sendiri 2006.
Seiring berkembangnya zaman, ia tidak hanya melakukan pengajian secara tatap muka. Namun ia juga melebarkan sayap dengan seringkali menguatkan pengajiannya itu secara daring melalui kanal YouTube-nya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: