Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (8): Istri Landasan Kematian
Lestari Puji Rahayu (kiri) dan putrinya mengenakan batik koleksi Rumah Batik Peri Kecil di Burneh, Bangkalan. Keduanya adalah representasi perempuan Madura masa kini. Dalam kultur Madura, sosok perempuan sangat dihargai. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
HARIAN DISWAY - Perkara carok bisa bermacam-macam. Mulai dari harga diri, kecurangan, sampai soal pengairan. Namun, jika bicara soal istri, apalagi jika istri dihina, dilecehkan, atau diselingkuhi, maka diselesaikan langsung dengan tindakan kekerasan. Tanpa harus melalui carok. Sebab, dalam kultur Madura, sosok istri sangat diproteksi.
Kejadiannya belum terlalu lama. Sekitar satu tahun lalu. Peristiwa berdarah terjadi di suatu daerah di Bangkalan, Madura. Ketika itu hari masih pagi. Andu Rahman, Rony Darmawanto bersama beberapa kawan lain sedang duduk santai di sebuah kedai.
Kemudian terlihat sosok paruh baya. Pandangan matanya tajam. Mukanya penuh amarah. Ia bergegas masuk ke dalam gang sempit di pinggir kedai itu. Tak berapa lama terdengar jeritan histeris. Teriakan seorang perempuan dan laki-laki.
BACA JUGA: Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (7): Blater si Teladan
"Sosok paruh baya itu keluar dari gang. Wajahnya masih beringas. Lalu ia pergi begitu saja," kata Andu. Selang beberapa menit, terdengar suara laki-laki merintih. Tubuhnya berlumuran darah. Ia berjalan tertatih sambil meminta tolong. Tapi masyarakat tahu siapa orang itu. Juga apa yang dilakukannya. Mereka tahu pula tentang sosok laki-laki yang datang dengan amarah tadi.
"Carok," gumamnya bersama kawan-kawan yang lain. Begitu pula warga sekitar. Laki-laki yang terluka parah itu akhirnya roboh tak berdaya. Tepat di samping kedai tempat mereka bersantai. Seorang perempuan menyusulnya sembari berteriak histeris. Apa daya, ia sudah tak bernyawa. Jenazahnya dibawa ambulans ke rumah sakit.
Laki-laki penuh amarah tersebut adalah suami sah dari perempuan itu. Sedangkan korban penusukan adalah selingkuhan istrinya. Tak terima, suami melakukan tindakan penyerangan terhadap selingkuhan istrinya itu. Dalam pandangan masyarakat Madura, yang disalahkan justru pihak yang berani melakukan perselingkuhan.
Sedangkan suami yang diselingkuhi, dibenarkan karena ia membela harga dirinya. "Selama beberapa saat tak ada yang berani menolong. Meski mendengar rintihan korban. Sebab, semua orang tahu masalahnya. Di Madura, masalah rumah tangga adalah urusan privat. Sangat privat," ujar Andu.
Apakah berarti pelaku penusukan itu tak salah? "Di mata hukum, ia salah karena membunuh. Tapi ia benar karena berbuat sesuatu terhadap seseorang yang menyelingkuhi istrinya. Sedangkan korban, mau bagaimana tetap salah. Karena ia pelaku perselingkuhan," terang Rony.
Dengan kata lain, secara hukum pelaku penusukan itu salah. Tapi secara kultur, tindakannya dapat diterima. Sedangkan pria yang ditusuk, dalam segi hukum ia korban. Namun, secara kultur, ia salah. "Dalam budaya Madura, soal istri tidak main-main," ungkap pria 31 tahun itu.
Dapat disimpulkan bahwa dalam realitas sosial masyarakat Madura, tindakan mengganggu istri atau perselingkuhan merupakan bentuk penghinaan harga diri paling menyakitkan bagi suaminya.
Hidrochin Sabarudin (Abah Doink), budayawan Madura, sependapat dengan itu. Baginya, jika seorang istri sudah diganggu atau diselingkuhi, maka penyelesaiannya bisa melalui carok dengan tahapan-tahapannya yang rumit, bisa pula tidak.
"Jika seorang laki-laki Madura mendapat bukti tentang perselingkuhan istrinya, pasti langsung mengambil tindakan kekerasan. Itu sering terjadi," ungkapnya. Apalagi jika laki-laki itu menangkap basah istrinya bersetubuh dengan laki-laki lain. Ia bisa saja langsung membunuh istri sekaligus selingkuhannya.
Jika pun tak membunuh istrinya karena tak tega, atau memiliki hubungan kekerabatan, maka konsekuensi untuk istri tetap ada. Yakni perceraian. Hubungan kekerabatan yang dimaksud bahwa di Madura kerap terjadi pernikahan antar-sepupu atau kerabat jauh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: