Tak Boleh Telat Berikan THR, Perusahaan Bakal Tanggung Denda 5 Persen Jika Melanggar
Kemnaker keluarkan peraturan tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya (THR) tahun 2024. ---Kemnaker
HARIAN DISWAY - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mengenakan denda sebesar 5 persen kepada perusahaan yang telat membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada pekerja atau buruh.
Hal itu dipaparkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker) Haiyani Rumondang.
Ia menyampaikannya dalam konferensi pers Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan pada Senin, 18 Maret 2024.
“Ketika itu terlambat dibayar, maka dendanya adalah lima persen dari total THR, baik itu secara individu ataupun nanti hitungnya per berapa jumlah pekerja yang tidak dibayar,” papar Haiyani.
BACA JUGA: Inilah Aturan THR untuk Mitra Grab
Aturan pengenaan denda terhadap perusahaan yang telat membayar THR mengacu pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan.
Haiyani juga menerangkan bahwa pengenaan denda tersebut tidak serta merta menghilangkan kewajiban perusahaan untuk membayar THR kepada pekerja atau buruh.
Selain itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran Nomor M/2/HK.04/III/2024.
Yakni tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan yang mencantumkan peraturan bagi perusahaan untuk memberikan THR paling lama seminggu sebelum lebaran.
BACA JUGA:Kapan THR ASN Cair di Lebaran 2024? Ini Ketentuan Tanggal dan Besarannya..
“Sekali lagi saya pertegas kembali bahwa THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” ujar Ida.
Menaker turut menyebutkan THR dibayarkan kepada pekerja atau buruh yang telah menjalani masa kerja satu bulan atau lebih, secara berturut-turut.
Aturan ini berlaku untuk pekerja atau buruh yang memiliki hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan.
“Sedangkan untuk pekerja/buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 (satu) bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: