KeterbatasanTelinga dan Mata tak Surutkan Niat Pensiunan Penjaga SD untuk Berhaji
Bambang Kusmanto, jamaah haji asal Kabupaten Magetan yang dianugerahi satu telinga.-Dokumentasi PPIH Embarkasi Surabaya -
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Ia adalah Bambang Sukanto. Keterbatasan fisiknya tak menghalangi kakek berusia 72 tahun itu untuk memenuhi panggilan haji ke tanah suci.
“Alhamdulillah, tahun ini saya dapat berangkat haji. Lebih cepat dari yang seharusnya. Karena tahun ini anak saya berangkat haji, saya bisa ikut kuota penggabungan anak,” ujar jamaah haji asal Kabupaten Magetan.
Bambang terlahir dengan satu indera pendengaran, yaitu telinga bagian kanan. Namun, ia mengklaim masih bisa mendengar dengan baik.
"Kalau ngomong jangan terlalu pelan, suara dinaikkan sedikit tidak apa-apa. Saya paham kok,” kelakarnya.
Alih-alih mengeluh dengan keterbatasan fisiknya. Bambang justru memilih untuk fokus menyesuaikan diri. Salah satunya dengan memakai alat bantu dengar.
"Untuk mengimbangi fungsi pendengaran saya, yang semakin menurun karena usia ini," ucap Bambang.
BACA JUGA:Veteran Ponorogo! Jamaah Haji Tertua se-Indonesia Tiba di Surabaya, Usianya...
Di sisi lain. Indra penglihatan Bambang sebelah kiri juga mengalami cedera. Hal itu membuat penglihatannya memburuk. Dukungan dari anak dan istri membuat Bambang tabah dan tak menyerah.
Dulu, Bambang merupakan seorang penjaga sekolah dasar. Ia pensiun pada tahun 2008. Saat itu, dirinya mengaku belum memiliki keinginan untuk mendaftar haji.
Bambang Kusmanto (kanan) dan putranya, Edi Siswoyo (kiri)-Dokumentasi PPIH Embarkasi Surabaya -
Tiga tahun kemudian. Keinginan untuk berhaji pun tumbuh, setelah melihat anak pertamanya mendaftar haji pada 2011. Sejak saat itu, Bambang termotivasi untuk menyisihkan uang sedikit demi sedikit yang dimiliki.
"Saya dan istri rutin menyisihkan penghasilan untuk mendaftar haji. Lalu daftar pada 2013. Setelah daftar, setiap bulannya rutin menyisihkan Rp 500 ribu untuk tabungan haji," terangnya.
Syukurlah Bambang tak berhaji seorang diri. Ia ditemani putra pertamanya, Edi Siswoyo. Sang anak berkisah, semenjak pensiun, keseharian ayahnya hanya di sekitar rumah.
“Dulu kemana-mana bisa naik motor sendiri. Setelah pensiun, semakin sepuh, kemana-mana diantar anak. Kami ndak tega kalau Bapak naik motor sendiri,” tutur pria yang berprofesi sebagai penghulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: