Kisah dan Catatan Sejarah Langgar Gipo (Bagian 4): Embrio NU dan Titik Pusat Perjuangan Ulama-Santri

Kisah dan Catatan Sejarah Langgar Gipo (Bagian 4): Embrio NU dan Titik Pusat Perjuangan Ulama-Santri

Markas Perjuangan Ulama dan Santri: Langgar Gipo masih mempertahankan bentuk bangunan asli yang selama masa penjajahan dan perjuangan kemerdekaan menjadi titik pusat perjuangan ulama dan santri di Surabaya utamanya daerah sekitar Ampel-Syahirol Layeli/Harian Disway-

Waktu itu tahun 1926, Hasan Gipo, H. Burhan, dan Kiai Wahab adalah 3 orang yang ditunjuk NU untuk melakukan penggalangan dana untuk memberangkatkan delegasi NU yang dikenal dengan “Komite Hijaz”.

Pemilihan Hasan Gipo adalah masuk akal mengingat sejarah panjang keluarga Gipo yang puluhan tahun mengurusi jemaah haji. 

BACA JUGA:Wali Kota Ajak Keturunan Hasan Gipo dan KH Mas Mansur Bangun Kota Lama Surabaya

Misi Komite Hijaz adalah menghadiri konferensi Kongres Islam Sedunia yang akan digelar di Makkah tahun itu. Juga dalam rangka mengingatkan Raja Saudi Ibnu Saud yang punya rencana untuk menghapus semua praktik bermadzhab bahkan membongkar situs makam Rasulullah SAW. 

Misi ini dipimpin oleh KH Raden Asnawi Kudus. “Kalau tidak salah, 12 orang di antara rombongan Komite Hijaz dibiayai oleh Hasan Gipo,” tutur Wahid Zein. 


Papan nama Pimpinan Cabang Muhammadiyah Surabaya dan Pahlawan Nasional KH. Mas Mansyur bersanding dengan ketum PBNU KH. Hasan Gipo di petak utara pemakaman Ampel-Taufiqur Rahman/Harian Disway-

Misi Komite Hijaz memang berjalan kurang sesuai dengan harapan. Namun, pembentukannya membawa hikmah berupa bersatunya tekad para Ulama untuk membentuk organisasi yang akan memperjuangkan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang kelak diberi nama Nahdlatul  Ulama. 

Hasan Gipo lantas terpilih menjadi Presiden Tanfidziyah Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) dalam Muktamar NU pertama di Hotel Muslimin, Jalan Peneleh, Surabaya. Ia bertahan selama 3 periode.

Hasan dipilih oleh KH Hasyim Asy’ari, menurut Khoirul Anam (2010), karena kemampuan entrepreneurship-nya, pendidikan non agamanya, serta kemampuannya menulis. “Hasan Gipo juga pandai berbahasa Belanda,” jelas Wahid Zein. 

Seiring waktu berjalan, Langgar Gipo tetap jadi focal point perjuangan para Ulama dan Santri Surabaya. Termasuk November tahun 1945 saat meletus pertempuran Surabaya. “Terbukti dengan adanya bunker, sumur, dan gentong tempat suwuk (penggemblengan kesaktian,Red) untuk para pejuang,” tutur Wahid Zein. 

“Pada masa itu, ada 2 lokasi penggemblengan santri dan pejuang sebelum berangkat bertempur melawan penjajah. Satu di Ndresmo (Sidosermo, Surabaya,Red) dan satu lagi di Langgar Gipo,” pungkas Wahid Zein yang diamini oleh Wali Kota Eri Cahyadi.(Taufiqur Rahman)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: