Kisah dan Catatan Sejarah Langgar Gipo (Bagian 4): Embrio NU dan Titik Pusat Perjuangan Ulama-Santri
Markas Perjuangan Ulama dan Santri: Langgar Gipo masih mempertahankan bentuk bangunan asli yang selama masa penjajahan dan perjuangan kemerdekaan menjadi titik pusat perjuangan ulama dan santri di Surabaya utamanya daerah sekitar Ampel-Syahirol Layeli/Harian Disway-
Proses asesmen bangunan, perencanaan, dan pemugaran tahap pertama berlangsung tahun itu juga. Sempat terhenti sampai berlanjut pada Februari 2024 saat Eri Cahyadi sudah menjadi Wali Kota dan mengeksekusi masterplan pembangunan Surabaya Kutho Lawas.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi didampingi tokoh NU Surabaya KH Mas Sulaiman dan keluarga Gipo meresmikan Langgar Gipo sebagai cagar budaya dan destinasi wisata religi di Kota Tua-Syahirol Layeli/Harian Disway -
“Saya ingin mengajak anak-anak kita, SD-SMP, untuk datang ke Musala ini, agar mereka tahu bahwa kota Surabaya disokong oleh perjuangan Ulama-Santri,” ujar Eri Cahyadi saat seremoni menandai rampungnya renovasi Langgar Gipo
Ucapan itu tidak salah. Sejak zaman kuno, Surabaya adalah pusatnya santri. Penegaknya tidak lain adalah Pangeran Ali Rahmatullah yang berperan dalam mendidik kader-kader ulama pada masa akhir Majapahit.
BACA JUGA:Kisah Langgar Gipo (Bagian 1): Ketua PBNU Yang Hilang Ditelan Kesibukan Kalimas Udik
Keluarga dan keturunan Sunan Ampel dihormati di seluruh penjuru Nusantara. Itu sebabnya, beratus tahun setelah kematian pangeran keturunan Campa tersebut, para Ulama masih sering datang berziarah ke Ampel.
Pulang berziarah, banyak dari mereka yang mampir di rumah keluarga Sagipoddin. Abdul Latif meskipun seorang pengusaha, darahnya masih kental keturunan Ulama. Ia sangat senang didatangi para Kiai tersebut.
Wali Kota Eri Cahyadi dan KH Mas Sulaiman (dua dari kiri) melihat-lihat koleksi museum di lantai 2 Langgar Gipo pada acara peresmian 15 Juni 2024-Syahirol Layeli/Harian Disway-
Saat bisnisnya semakin berkembang, Latif alias Sagipoddin alias Gipo semakin sering didatangi rombongan para Kiai. Mereka biasanya diinapkan di lantai 2 Langgar Gipo. Dari kunjungan biasa, berkembang menjadi halaqoh-halaqoh penting, sampai rapat-rapat rahasia dalam upaya perlawanan terhadap penjajah.
“Para ulama mengadakan rapat di sini (langgar Gipo,Red), mereka mendapatkan akomodasi, pulang mereka membawa cinderamata. Istilahnya disangoni,” tutur Wahid Zein.
BACA JUGA:Renovasi Rampung, Langgar Gipo Diresmikan Jadi Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi Surabaya
Puluhan tahun setelah kematian Gipo, kader-kader ulama terus bermunculan dari Ampeldenta. Sebut saja KH Wahab Hasbullah, KH Mas Mansyur, dan Hasan Gipo yang mendirikan pusat pendidikan Tashwirul Afkar dan Madrasah Nahdlatul Wathan di Surabaya.
Kemudian KH Ridwan Abdullah, KH Mas Alwi yang terlibat dalam hari-hari pertama pembentukan Nahdlatul Ulama.
Membiayai Misi Komite Hijaz
Idris Marzuqi dalam bukunya Nahkoda Nahdliyyin menyebut betapa kekuatan finansial Keluarga Gipo membantu perjuangan Ulama melahirkan NU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: