Cheng Yu Pilihan Politikus PDI Perjuangan Kota Semarang Supriyadi: Li Jing Tu Zhi

Cheng Yu Pilihan Politikus PDI Perjuangan Kota Semarang Supriyadi: Li Jing Tu Zhi

Cheng Yu Pilihan Politikus PDI Perjuangan Kota Semarang Supriyadi: Li Jing Tu Zhi-tim desain grafis Harian Disway-Dokumen Pribadi

ANDA yang skeptis terhadap politik, tentu boleh-boleh saja mengamini apa yang konon dinyatakan oleh Charles de Gaulle, pimpinan militer sekaligus negarawan Prancis, ini: "Politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya."

Tetapi, agaknya Anda juga akan sulit menyangkal apa yang jadi pegangan hidup Supriyadi yang politisi PDI-P dan pernah menjadi ketua DPRD Kota Semarang ini: "Hidup di dunia ini yang paling saya takuti adalah Tuhan, kedua orang tua, istri, dan kekuasaan."

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi SH SSt MK: Le Shan Hao Shi

Betapa tidak? Seberapa digdaya pun seseorang, minimal di ruang terbuka, tak akan ada yang berani mengatakan dirinya berani kepada Sang Penciptanya, berani kepada kedua orang tuanya, berani kepada istrinya. Terkhusus yang disebut terakhir, itulah yang mungkin menjadi asbabun nuzul joke bapak-bapak yang bilang, "Lebih gampang minta maaf ketimbang minta izin."

Namun, Anda barangkali merasa aneh ada orang yang mengatakan takut kepada kekuasaan. Padahal, di belahan bumi manapun, orang-orang berlomba-lomba –bahkan dengan patgulipat dan segala macam intrik– untuk meraih lalu mengakumulasi kekuasaan di tangannya dan keluarganya. Alasannya macam-macam. Tapi yang paling sering kita dengar adalah untuk kepentingan rakyat. 

Makanya, Supriyadi mengaku takut kepada kekuasaan lantaran, menurutnya, "Hanya kekuasaanlah yang bisa mengubah dunia menjadi baik atau buruk." 

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Dekan Fakultas Teknik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) Johan Paing: Fa Fen Tu Qiang

Ya, kalau merujuk ajaran filsafat Tiongkok klasik, dunia akan berubah menjadi baik jika kekuasaan berada di tangan orang yang "bertalenta dan beretika" (德才兼备 dé cái jiān bèi). Kendati, dalam dunia perebutan kuasa suatu negeri nun jauh di sana, "etika" telah menjadi kata yang terlampau sensitif untuk dikata dan kalau perlu dienyahkan saja.

Intinya, dengan takut kepada Tuhan, orang tua, istri, dan kekuasaan, Supriyadi ingin mengajak kita untuk "励精图治" (lì jīng tú zhì): berfokus dan mengerahkan segala daya dan upaya untuk membangun bangsa dan negara menjadi jaya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: