Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (3) : Panen Omzet hingga Rp 90 Juta dari Para Pemalas

Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (3) : Panen Omzet hingga Rp 90 Juta dari Para Pemalas

Ilustrasi transaksi seorang joki tugas dengan mahasiswa yang menggunakan jasanya.-Boy Slamet/Harian Disway -

BACA JUGA:Joki SBMPTN Masuk Bui

“Ada yang memang tidak paham sama sekali dengan tugasnya. Kadang ada juga yang sibuk karena kuliah sambil kerja. Daripada mikir mending joki saja. Sudah kaya dan malas. Paling tidak, aku bisa ambil ilmu dan uangnya,” ujarnya.

Masa-masa ujian mahasiswa menjadi “surga” tersendiri bagi Didi. Bagaimana tidak, dalam seminggu, omzet yang dikantongi bisa mencapai Rp 300-500 Ribu. Dia memberandol Rp 50 ribu per 1.000 kata.

Selain kalangan mahasiswa, Didi juga sering menerima joki proposal dari teman-teman ibunya yang berprofesi sebagai guru. Itu bermula setelah mereka melihat hasil pekerjaan Didi ketika membantu membuatkan bahan ajar sang ibunda.

Apalagi saat musim kenaikan jabatan, omzet Didi bisa naik hingga dua kali lipat. Dia meraup hingga Rp 1,5 Juta untuk satu proyek kenaikan pangkat guru. Bisa meliputi modul ajar, proposal, RPP, hingga bahan presentasi (PPT). 

“Karena mereka sudah nggak bisa mengikuti perkembangan zaman. Rata-rata guru yang ngejoki di aku itu sudah berumur. Mereka dapat info dari ibu aku, dan mereka nggak mau repot karena sibuk,” imbuh Didi.

Niko, bukan nama sebenarnya, baru berjalan dua tahun menjadi joki. Bisnis gelap yang didirikannya berjalan dengan mulus. Akun instagram bisnisnya bahkan sudah memiliki 13 ribu pengikut.

Dari sana lah, Niko mendapat pelanggan. Bahkan hampir 60 pelelangan bisnis jokinya berasal dari media sosial. “Biasanya di Facebook dan Twitter itu ada grup joki gitu. Kami promosi di sana,” ujarnya.

Dalam menjalankan bisnis joki ini, Niko tak bekerja sendiri, melainkan memiliki tim yang beranggotakan 15 orang. Terdiri dari joki, admin media sosial, sekretaris, dan bendahara.

Tak bisa dimungkiri, pasar bisnis joki diakui Niko memang besar dan luas. Bayangkan saja, dalam satu bulan, setiap anggota tim Niko mendapat 10-15 pesanan. Artinya, secara keseluruhan mereka menerima 110-160 pesanan.

“Untuk pendapatannya itu nggak menentu, soalnya daftar harga untuk joki skripsi sama tugas itu berbeda-beda. Sebulan kami pernah omzet Rp 90 juta. Kalau lagi sepi Rp 25 juta,” ujarnya.

Sama seperti Ira dan Didi, mahasiswa juga menjadi sasaran dari bisnis joki yang dijalankan Niko. Selain mahasiswa, mereka juga menyasar siswa SMP dan SMA.


Ilustrasi mahasiswa sedang bertransaksi dengan joki tugas.--Gencraft

“Kalau saya lihat mereka bukan malas atau tidak bisa, namun lebih mengarah pada tuntutan dosen. Kebanyakan skripsi mahasiswa yang saya joki, bukan judul penelitian yang mereka sukai, tetapi judulnya rekomendasi atau disuruh sama dosen,” imbuh Niko.

Di lain sisi, mahasiswa merasa literasi penelitian mereka sangat sedikit. Lalu, mereka juga terkadang masa bodoh dengan kelas-kelas metode penelitian, yang mengarah pada tugas akhir. Biasanya ini terjadi karena kelas dinilai monoton dan dosennya killer. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: