Swing Customer Keuangan Syariah
ILUSTRASI swing customer keuangan syariah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Karena itu, salah satu bank syariah memilih moto ”murni syariah”. Mungkin maksudnya lebih syariah jika dibandingkan dengan bank-bank syariah lain.
Nasabah keuangan yang antisyariah relatif sangat kecil. Faktanya, banyak muslim maupun nonmuslim yang memilih layanan keuangan pada bank syariah. Tentu saja, jika mereka memperoleh keuntungan bila dibandingkan dengan bank konvensional. Baik nasabah penyimpan maupun nasabah pembiayaan. Misalnya, jika margin pembiayaan di bank syariah lebih rendah daripada bunga di bank konvensional, mereka memilih kredit di bank syariah.
Dominannya swing customer itulah yang menyebabkan lembaga keuangan syariah fokus pada benefit. Tanpa menonjolkan karakteristik produk syariah yang substansinya sangat berbeda dengan konvensional.
Pembiayaan rumah, misalnya. Di bank syariah ada banyak pilihan pembiayaan rumah (KPR) berupa KPR murabahah, ijarah muntahiya bi tamlik, atau musyarakah mutanaqishah.
Karakter dari tiga model pembiayaan itu sangat berbeda dengan KPR bank konvensional. Semestinya itu menjadi keunggulan KPR bank syariah. Namun, akhirnya banyak bank syariah yang melakukan imitasi KPR konvensional. Bahkan, akad yang berbeda-beda itu pun diformat sama saja. Diformat seperti model bunga efektif atau anuitas seperti KPR bank konvensional.
Itu menjadikan nasabah hanya melihat rate pembiayaan syariah. Tanpa pertimbangan kelebihan jenis-jenis pembiayaan syariah berdasar pada akad yang digunakan. Sebab, toh pada akhirnya akad apa saja yang digunakan sama saja. Tidak berbeda karakteristiknya. Padahal, sebenarnya dari sisi kekuatan hukum bagi nasabah, risiko, certainty-nya, sangat berbeda.
Hal yang sama terjadi pada produk atau lembaga keuangan syariah yang lain. Asuransi, misalnya. Konsep takaful jelas sangat berbeda dengan asuransi konvensional. Dari sisi kepemilikan atas premi yang dibayarkan, misalnya.
Pada takaful, premi itu milik bersama peserta asuransi. Bukan milik perusahaan asuransi. Jadi, jika tidak banyak klaim, premi yang dibayarkan dengan akad hibah itu bagaimana? Bukankah perusahaan hanya pengelola yang memperoleh fee?
Secara praktik, perusahaan asuransi jarang menjelaskan karakteristik takaful yang sebenarnya sangat menguntungkan peserta asuransi. Peserta pun merasa mereka tidak memiliki hak atas surplus underwriter dalam pengelolaan takaful itu.
Jadi, penting bagi lembaga keuangan syariah menonjolkan karakteristik produk syariah yang berbeda dengan konvensional. Sebab, jika bersaing rate saja, skala ekonomi lembaga keuangan syariah yang jauh lebih kecil akan sulit untuk bersaing. Lembaga keuangan konvensional yang asetnya besar akan lebih efisien, memberikan layanan lebih baik dengan fasilitasnya, dan rate yang lebih bersaing. (*)
*) Dosen ekonomi syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga dan wakil ketua Dewan Pakar MES Jawa Timur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: