Pembunuhan Penyanyi di Bandung Dipicu Korban

Pembunuhan Penyanyi di Bandung Dipicu Korban

ILUSTRASI pembunuhan penyanyi di Bandung dipicu korban.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ayah Irma, Apep Bachtiar, 53, tinggal di Kampung Ciburial, Desa Sukarame, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Ketika diwawancarai wartawan, Apep menceritakan asal-usul pernikahan Irma dengan Asep.

Apep: ”Tahun 2022 Irma mengurus proses cerai dengan suami. Tahu-tahu, muncul laki-laki itu (Asep) datang ke rumah. Ia sudah kenal Irma. Waktu itu ia langsung mengajak Irma menikah. Waktu itu saya bilang, ntar dulu… ini masih mengurus perceraian, tapi ia maksa.”

Irma langsung diajak ke rumah Asep. Sedangkan anak Irma ditinggal di rumah Apep atau ikut kakeknya. Setelah pergi, Irma tidak pulang lagi. Irma ternyata menikah siri dengan Asep.

Apep: ”Saya tidak diberi tahu pernikahan mereka. Katanya, mereka menikah siri. Dari pertemuan awal ini saja, ia (Asep) sudah tidak beres. Ia main paksa. Tapi, karena anak saya mau, ya saya tidak bisa apa-apa.”

Setelah keluarga Irma tahu bahwa Irma menikah siri dengan Asep, pihak keluarga meminta Irma pulang saja, jangan melanjutkan pernikahan siri itu. Namun, Irma menolak. Dia pun tetap memilih bersama Asep.

Pernikahan mereka ternyata buruk. 

Apep: ”Setelah mereka nikah, tiga kali diceraikan suami. Irma dipulangin ke saya. Beberapa waktu kemudian, ia (Asep) datang lagi, meminta rujuk. Begitu terus sampai dua kali. Yang ketiga, ia tidak datang ke rumah saya, tapi langsung manggil Irma ke rumahnya. Terus, Irma hilang, ternyata sudah dibunuh.”

Apep pastinya sedih. Tapi, yang membuatnya sedih adalah Irma tidak mendengar kata ayah. Irma anak bungsu dari tiga bersaudara. Ketika dia usia 5 tahun, ortu bercerai. Dua kakak ikut ibunda, Irma ikut Apep. Irma dirawat Apep sampai dewasa.

Apep: ”Saya mohon polisi menghukum pelaku seberat-beratnya. Pembunuhan itu terlalu sadis.”

Asep dan tiga tersangka lain dikenai Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Dari konstruksi kejadian dan profil korban itu tampak, korban terlalu menurut kepada pelaku. Entah korban terlalu cinta kepada pelaku atau hal yang lain. Jelasnya, panggilan pelaku kepada korban di hari pembunuhan semestinya jadi sinyal bahaya bagi korban. Merujuk pada kondisi rumah tangga mereka sebelumnya. Tapi, korban tetap mendatangi pelaku.

Banyak korban pembunuhan menjadi pemicu terjadinya pembunuhan. Atau, pembunuhan terjadi akibat kelalaian korban. Artinya, jika korban berhati-hati, pembunuhan tidak akan terjadi. Itu bukan berarti mengurangi tingkat kesalahan pelaku. Pembunuhan Irma sangat kejam. Sudah pantas dikenai pasal 340. 

Setidaknya, peristiwa tersebut jadi pelajaran masyarakat agar tidak jadi korban atau tidak jadi pelaku pembunuhan. Kedua pihak sama-sama hancur. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: