Merintis UMKM sebagai Oligarki Ekonomi Baru

Merintis UMKM sebagai Oligarki Ekonomi Baru

ILUSTRASI merintis UMKM sebagai oligarki ekonomi baru.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dari total penyaluran kredit ke sektor UMKM, kebanyakan masih digunakan untuk kepentingan modal kerja dengan porsi 73 persen dan untuk kepentingan perdagangan dengan porsi 49 persen. Lantas, bila dilihat dari realisasi KUR, para pelaku UMKM, bila dilihat sektor yang mengambil pendanaan tersebut, porsi terbesar diraih sektor perdagangan yang sebesar 63,85 persen. 

Berikutnya, sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan 20,12 persen; sektor jasa 8,81 persen; sektor industri pengolahan 4,38 persen; perikanan 1,47 persen; dan konstruksi 1,37 persen. 

Data Kemenko Bidang Perekonomian juga menyebutkan, Provinsi Jawa Tengah mengambil porsi terbesar. Berikutnya yang masuk lima besar pengambil dana KUR adalah Jatim, Jabar, Sulsel, dan Sumut. 

Selain dana KUR, beberapa model pendanaan untuk ke sektor ”wong cilik” juga dihelat melalui pembiayaan koperasi. Lewat lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) sejak 2021 telah tersalur sebanyak Rp 1 triliun atau sekitar 64,72 persen dari target Rp 1,6 triliun kepada 128 koperasi.

Ada juga program pendanaan bagi usaha wirausaha pemula dengan nilai bantuan Rp 7 juta per wirausaha, yang telah disalurkan kepada 1.800 wirausahawan dengan total anggaran Rp 12,6 miliar. 

Masalah pendanaan yang tetap harus dijaga, pelaku UMKM juga harus bisa berjalan dan beroperasi. Oleh karena itu, pemerintah juga memberikan jalan agar pelaku itu tetap bisa memasarkan produknya. 

Salah satu jalan tersebut adalah menggencarkan program pemasaran melalui digitalisasi, e-commerce, selain juga menanamkan kepada masyarakat untuk membeli produk UMKM melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). 

Tercatat hingga kini, menurut data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sudah ada 14 juta pelaku UMKM yang onboarding di marketplace sejak inisiasi itu kali pertama digulirkan pada Mei 2020.

Ketika itu, hanya 513.964 pelaku yang ikut program tersebut. Bisa jadi apa yang digalakkan pemerintah dalam lintasan yang tepat. Mengutip data riset World Bank, sekitar 80 persen UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik di masa pandemi. 

Terlepas dari data-data di atas yang menyebutkan, sektor UKM masih bisa tetap survive dan memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional meski di tengah pagebluk pandemi Covid-19, kolaborasi adalah kunci tetap eksisnya sebuah usaha.

Sulit untuk dielakkan bahwa dalam aspek penguasaan ekonomi saat ini, disadari, terjadi adanya disparitas yang amat mencolok. Penguasaan sumber daya ekonomi (dan politik) yang tumpang tindih dan berlarut hingga saat ini dipicu karena kelompok oligarki memiliki immunity to change (Hadiz, 2013, Robison, 2004). 

Perburuan rente yang terjadi di Indonesia tampak dalam the crony capitalism index yang secara berkala dirilis majalah The Economist

Praktik-praktik kronisme membuat ekonomi berjalan tidak efisien dan bersirkulasi kepada kelompok tertentu. Distribusi pendapatan negara dinikmati 20 persen kelompok masyarakat terkaya. Sebaliknya, 80 persen penduduk (lebih dari 225 juta jiwa) rawan tertinggal. 

Terlebih, dengan fakta mencengangkan, 50 orang terkaya di Indonesia (2023) tercatat tumbuh fantastis, kekayaannya meningkat 40 persen menjadi USD 252 miliar atau ekuivalen Rp 3.906 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/dolar AS) dari semula USD 180 miliar (Rp 2.790 triliun). 

Artinya, kekayaan konglomerat RI terdongkrak sebesar Rp 1.116 triliun dalam kurun waktu satu tahun!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: