Transformasi Pendidikan Indonesia: Integrasi AI dalam Pendidikan

Transformasi Pendidikan Indonesia: Integrasi AI dalam Pendidikan

ILUSTRASI transformasi pendidikan Indonesia: integrasi AI dalam pendidikan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Lebih jauh, apabila AI diimplementasikan dari awal pembelajaran, adopsi gamifikasi bisa dipertimbangkan. Dengan demikian, AI juga secara otomatis mengumpulkan data progres anak didik. Metode itu bisa menggantikan asesmen konvensional menjadi asesmen dinamis dengan analisis real-time

Ketiga, mengenalkan literasi digital dan AI, di mana literasi itu lebih dari sekadar mampu menggunakan teknologi digital dan AI. Melainkan, ia harus mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas dengan tetap menyadari sepenuhnya masalah etis dan pengaruh negatif yang ditimbulkannya. 

Mengintegrasikan AI di dunia pendidikan tidak hanya menggunakannya, tetapi juga mengedukasi pemangku kepentingan tentang konsep AI dan pengaruhnya secara sosial kemasyarakatan. 

Keempat, materi/bahan ajar dan pengalaman belajar yang bisa dipersonalisasi. Kemampuan AI dalam merekam data, mengolahnya dengan metode dan parameter yang ditetapkan, dan melakukan analisis memungkinkan AI untuk memberikan umpan balik mengenai progres masing-masing anak didik. 

Ia mampu memberikan informasi berharga mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing anak didik. Informasi itu memungkinkan guru untuk menyesuaikan bahan dan pengalaman ajar yang unik untuk masing-masing anak, yang dengan bantuan AI pula, bisa diotomasi dengan cepat. 

TANTANGAN INTEGRASI AI

Pemaparan mengenai peran AI mungkin memberikan kesan robotik pada proses belajar mengajar. Tetapi, peran dan kehadiran guru mustahil dan tidak akan digantikan oleh robot. Tetapi, AI bisa merobotisasi sebagian tugas guru dengan menyiapkan rencana dan materi pembelajaran, memberikan saran bagi proses pembelajaran, atau melakukan asesmen (UNESCO, 2023).

Namun, implementasi dan integrasi tersebut juga tidaklah mudah. Banyak tantangan yang dihadapi. Kesenjangan, disparitas, dan keterbatasan infrastruktur digital, misalnya. Keterbatasan dalam AI itu sendiri juga adalah tantangan tersendiri. 

Bias dan halusinasi yang sering kali dijumpai dalam luaran dari generatif AI adalah masalah yang serius. Apalagi, jika digunakan secara serampangan dengan menganggap AI adalah mesin genius yang pasti benar. Masalah lain dalam relasi guru-murid juga perlu bisa dimitigasi dengan bijak ketika mengintegrasikan AI dalam proses pendidikan. 

Para pemangku kepentingan perlu secara intens dan konsisten memperbincangkan hal-hal tersebut, karena mengandaikan gelombang AI tidak terhindarkan, sebagaimana kehadiran internet dan media sosial dalam konteks disrupsi teknologi digital. 

Mengintegrasikan AI tanpa mitigasi yang memadai bukan tidak mungkin membuka kotak pandora pengaruh negatif AI. Tahun depan, 2026, dalam proyeksi kepolisian Europol, sangat mungkin 90-an persen konten di dunia digital adalah konten sintetis yang diproduksi oleh AI (Europol, 2023).

Accessible Digital Texbooks (ADT), Squirrel, Carnegie Learning, Khanmigo, Smart Sparrow, Grok Academy, Ceibal, Letrus, dan Kabakoo Academies adalah beberapa inisiatif penerapan AI dalam pendidikan di berbagai belahan dunia. 

Banyak kemajuan yang dicatat beserta catatan-catatan kritis untuk menjadi perhatian. Semua bisa menjadi bahan pembelajaran bagi Indonesia.

Pemerintah, melalui berbagai program pendidikan seperti PSP, memiliki potensi substansial untuk menjadi katalisator transformasi pendidikan di Indonesia. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, diperlukan kesiapan untuk berinovasi dan mengintegrasikan teknologi mutakhir, seperti AI, ke dalam sistem pendidikan nasional. 

Melalui implementasi kritis, AI dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengatasi tantangan yang dihadapi sekaligus mengakselerasi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia ke level yang lebih tinggi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: