Rapat Kerja dan FGD Ketua Departemen Universitas Airlangga di Labuan Bajo (2): Healing Sejenak Menikmati Budaya Desa Melo
RAPAT Kerja dan FGD Ketua Departemen Universitas Airlangga di Labuan Bajo (2): Healing Sejenak Menikmati Budaya Desa Melo.-Humas Unair-
Di desa adat tersebut, daya tarik utama yang ditawarkan ke wisatawan yang berkunjung adalah ritual adat dan tarian khas dari Manggarai, yakni tari caci. Meski matahari tengah terik, karena kami tiba di Desa Melo sekitar pukul 11 siang, hawa perbukitan membuat panas tidak terlalu terasa. Angin sepoi-sepoi yang sesekali berembus membuat suasana nyaman.
Tari caci digelar setelah kami diterima tetua adat desa di rumah adat yang ada di sana. Dalam rombongan kami, yang paling tua dipersilakan duduk berhadapan dengan tetua adat. Kami duduk berjajar dan melingkar di rumah adat Desa Melo. Selain disuguhi sirih untuk nginang, kami dijamu minuman tradisional Desa Melo, yakni tuak.
Tuak itu adalah minuman tradisional yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Desa Melo. Masyarakat Melo menyuguhkan tuak sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu yang hadir ke desa mereka –tak terkecuali kami.
Tuak di Desa Melo terbuat dari nira pohon enau atau kelapa. Proses pembuatannya juga cukup menarik. Pertama, mereka mengambil nira dari pohon yang sudah dipotong-potong bagian bunganya. Lalu, nira itu ditampung di wadah bambu atau ember, dan didiamkan dulu supaya mengalami proses fermentasi alami.
Proses fermentasi itulah yang membuat tuak memiliki efek memabukkan jika diminum terlalu banyak. Kata tetua adat, tidak banyak kandungan alkohol dalam tuak yang mereka sajikan. Namun, kami semua hanya menerima suguhan tuak secara simbolis dan tidak meminumnya karena keyakinan yang berbeda.
Setelah ritual dan prosesi penerimaan kami sebagai tamu selesai, rombongan kami memakai kain songke khas Manggarai. Laki-laki memakai sapu, hiasan kepala, dan perempuan memakai balibelo yang dipadukan dengan selendang. Di lapangan sebelah rumah adat, disediakan kursi panjang untuk para wisatawan yang berkunjung, tempat kami menonton tarian caci.
Tarian caci menampilkan para pria asli dari Kampung Budaya Compang To’e Molo. Tari caci merupakan tarian tradisional dari Manggarai, Flores, yang terkenal di kalangan masyarakat lokal. Tari caci menggambarkan dua laki-laki berbadan kekar dan tampak tangguh bertarung dengan memakai cambuk dan perisai.
Tari caci itu biasanya ditampilkan saat ada acara besar seperti pesta adat atau syukuran panen. Para penari caci, yang disebut ”petarung”, akan memakai kostum khas yang warna-warni dan mencolok. Mereka memakai celana panjang, kain sarung di pinggang, dan topi khas Manggarai yang disebut ”kedok”.
Setiap gerakan dalam tari caci punya makna. Serangan dengan cambuk adalah lambang keberanian dan kejantanan, sedangkan perisai melambangkan pertahanan dan kehormatan. Meski tampak mereka saling pukul, sebenarnya para petarung saling menghormati dan menunjukkan keberanian masyarakat dalam balutan seni tari.
PERLU DIBENAHI
Kalau berbicara sebagai salah satu daerah tujuan wisata premium, Labuan Bajo memang menawarkan keindahan alam yang menakjubkan. Namun, sebagai daerah tujuan wisata yang kelas premium, harus diakui masih ada banyak hal yang perlu dibenahi.
Secara teoretis, sebuah daerah tujuan wisata akan dapat menarik wisatawan tinggal lebih lama jika memiliki tiga hal. Yakni, something to do, something to see, dan something to buy. Bahkan, jika mau lebih lengkap, sebuah daerah tujuan wisata juga harus mampu menawarkan something to memories –sebuah pengalaman yang bakal diingat dan menjadi kenangan yang menyenangkan untuk kemudian diulang di lain kesempatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: