Dramaturgi Politik Pilkada Surabaya, Panggung Sandiwara Para Tokoh

Dramaturgi Politik Pilkada Surabaya, Panggung Sandiwara Para Tokoh

Dramaturgi Politik Pilkada Surabaya, Panggung Sandiwara Para Tokoh. Dramaturgi Politik Elektoral, buku karya Abdus Sair yang mengkaji Pilkada dan politik elektoral menggunakan perspektif dramaturgi.-Intrans Publishing-

Dramaturgi Politik Elektoral: Memahami Perilaku, Wacana dan Motif Politik di Aras Lokal. Buku hasil penelitian tesis Abdus Sair saat menempuh pendidikan di Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga 2011. 

Tesis tersebut berjudul Dramaturgi Politik Kandidat Pilkada (Kasus Pilkada Kota Surabaya tahun 2010). Setelah melalui proses panjang selama sekitar 13 tahun, buku setebal 148 halaman itu terbit. 

Tentu tak mudah untuk mengubah laporan penelitian menjadi buku monograf (buku hasil riset). Apalagi kini terdapat peraturan dari Perpustakaan Nasional, bahwa laporan penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku monograf itu harus diubah strukturnya agar tidak terkena autoplagiasi

BACA JUGA:Psikiatri Matra Laut: Kesehatan Jiwa di Tengah Gelombang Samudera Kehidupan

Proses panjang menerbitkan buku itu terbaca dari kalimat mas Sair "Saya mengalami kemacetan dan merasa tidak percaya diri" (hal. V). Atas jerih payah penulis melahirkan karya itu, kita patut mengacungkan jempol dan selamat.

Teori utama yang dijadikan rujukan buku itu mengingatkan saya pada tahun 2007 saat saya mendapatkan tugas Anatomi Teori Sosial ketika saya menempuh Program Doktor di almamater yang sama dengan mas Sair. Yaitu FISIP UNAIR. 

Saat itu saya membedah teori Dramaturgi Erving Goffman dari 14 aspek. Tentu, membaca buku itu serasa me-refresh kembali pemahaman saya tentang Dramaturgi. 

BACA JUGA:Filosofi Teras Jadi Revolusi Pemikiran Anak Muda Melalui Gagasan Stoik


Dramaturgi Politik Pilkada Surabaya, Panggung Sandiwara Para Tokoh. Abdus Sair (tengah) penulis buku saat menjadi narasumber Kenduri Literasi di Perpustakaan UWKS, 18 September 2024.-UWKS-

Sebuah teori yang dikembangkan Goffman dengan menganalogikan kehidupan dan interaksi sosial antar aktor individu bagai sebuah drama. Seperti sebuah panggung teater atau ibarat panggung ludrukan, kata arek Suroboyo

Kehidupan dan interaksi sosial itu memiliki dua panggung. Yaitu panggung depan dan belakang. Masing-masing individu sebagai aktor mencoba mengelola kesan dalam setting kehidupannya. 

Teori yang digagas oleh Erving Goffman sampai saat ini masih relevan untuk mengkaji praktik-praktik drama dalam panggung politik. Andai Goffman masih hidup, mungkin buku itu menjadi salah satu kado di usianya yang 102 tahun. 

BACA JUGA:Buku Sumpah Kabut Kota Karya A Junianto: Kota itu Utari

Sayangnya, Goffman meninggal pada tahun 1982, saat usianya 60 tahun (hal. 32-34). Meski, saat saya menyusun disertasi tidak lagi memilih Dramaturgi Goffman sebagai teori utamanya, saya tetap memilih teori Goffman lainnya. Yaitu Asylum atau Institusi Total.  

Metafor dramaturgi, oleh penulis yang juga seorang ustad itu, diimplementasikan untuk menganalisis drama politik dalam Pilkada Surabaya yang berlangsung tahun 2010. Buku yang terdiri dari 6 bab itu sangat relevan dan kontekstual dengan penyelenggaraan Pilkada 2024. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: