Trans Jatim, Meretas Kemacetan, Memperkokoh Koneksitas Rantai Pasok

Trans Jatim, Meretas Kemacetan, Memperkokoh Koneksitas Rantai Pasok

ILUSTRASI Trans Jatim, meretas kemacetan, memperkokoh koneksitas rantai pasok.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Berdasar catatan Bank Dunia (Laporan Bank Dunia, Realizing Indonesia's Urban Potential, 2019), permasalahan kemacetan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia menimbulkan kerugian paling sedikit USD 4 miliar atau sekitar Rp 56 triliun (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS). 

Nilai tersebut setara dengan 0,5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Banyak kawasan perkotaan yang menunjukkan tanda-tanda tekanan kepadatan karena ketidakmampuan dalam mengelola urbanisasi. 

Salah satunya, kemacetan lalu lintas yang berdampak negatif terhadap kelayakan huni dan produktivitas masyarakat.

Asumsi kerugian tersebut dihitung dari waktu perjalanan dan konsumsi bahan bakar di 28 wilayah perkotaan. Sedangkan untuk daerah Jakarta saja, Bank Dunia memperkirakan total kerugian akibat kemacetan mencapai USD 2,6 miliar atau setara dengan Rp 36 Triliun. 

Prasarana yang tersedia belum cukup memadai untuk menghubungkan wilayah pinggiran ke pusat kota. Penyebabnya, kurangnya investasi untuk pembangunan infrastruktur transportasi. Ditambahkan pula, jaringan jalan dan kereta api Indonesia tak seluas di negara-negara lain. Padahal, mobilitas tertinggi kota di luar Jawa berada di Kota Medan, yakni lebih dari 4,8 juta jiwa. 

Kebutuhan mobilitas di Kota Jakarta 35 juta jiwa, Surabaya 9,92 juta jiwa, Bandung 9,57 juta jiwa, Semarang 6,57 juta jiwa, Balikpapan 3,03 juta jiwa, Denpasar 2,25 juta jiwa, Makassar 2,28 juta jiwa, Manado, 1,02 juta jiwa. 

Sementara itu, akibat kemacetan lalu lintas, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya menghasilkan peningkatan 1,4 persen PDB per kapita (Bappenas, 2023).

MEMPERKUAT KONEKSITAS RANTAI PASOK

Meski daerah cakupan operasi Trans Jatim masih di wilayah aglomerasi Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan), secara tidak langsung juga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sub-aglomerasi. 

Arus pergerakan logistik di kawasan tersebut ikut terkatrol. Cakupan rute Trans Jatim mempunyai efektivitas tinggi, terutama untuk meningkatkan pergerakan wilayah aglomerasi dan sub-aglomerasi. 

Menurut catatan Dishub Jatim, sampai saat ini kehadiran Bus Trans Jatim mampu mendongkrak angka wisatawan lokal 150 persen dan UMKM 250 persen. Berkat aksesibilitas BRT yang bisa menjangkau beberapa kawasan sentra home industry seperti handy-craft  dan kuliner bernuansa lokal, tak heran UMKM di zona-zona tersebut sedikit banyak terdongkrak omzet penjualannya. 

Dengan jangkauan operasi di jam 05.00-21.00 WIB keberadaan Trans Jatim itu relatif mampu mengakomodasi mobilitas pergerakan warga masyarakat dan barang aglomerasi dari dan ke tempat tujuan di seluruh koridor. 

Menurut catatan Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim, dengan rata-rata load-factor harian di kisaran 105 persen hingga 115 persen, Trans Jatim memuat penumpang mencapai 4.000 hingga 5.000 warga. 

Bahkan, keberlangsungan Trans Jatim membangkitkan kembali terminal-terminal angkot yang mati suri di sejumlah wilayah sub-aglomerasi. Dengan demikian, potensi ekonomi industri kecil dan menengah yang sempat tidur panjang berdenyut hidup kembali. 

Sebagai provinsi dengan kontribusi hingga 14,36 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan angka atas dasar harga berlaku mencapai Rp 2.953,54 triliun dan PDRB per kapita mencapai 71,12 juta rupiah, menjadikan Jatim sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: