Cara Atasi Cekik Mati: Kasus Kematian Gadis Penjual Gorengan
ILUSTRASI Cara Atasi Cekik Mati: Kasus Kematian Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman, Sumbar. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Rini Mahyuni: ”Sampai menjelang sore, Nia belum pulang. Waktu itu hujan lebat. Kami kira dia berteduh. Sampai jelang magrib, ibu saya, El, mulai khawatir dan bertanya ke saya: ’Kenapa adikmu belum pulang?’ Saya jawab, mungkin waktu hujan tadi dia neduh.”
Selewat magrib, Nia belum pulang. Ini tidak wajar. Segera keluarga mencari ke rumah tetangga, kerabat, dan teman-teman Nia. Sampai tengah malam tidak ketemu.
Sabtu, 7 September 2024, sejak pagi keluarga berpencar mencari Nia. Sampai mencari ke bekas sekolah Nia. Guru Yulismar kaget. ”Lalu, kami umumkan di pengeras suara sekolah, bahwa alumnus Nia semalam belum pulang. Jika ada yang bertemu, mohon lapor ke keluarga atau ke sekolah. Kita doakan Nia cepat ditemukan,” ujar Yulismar.
Minggu, 8 September 2024, keluarga Nia tambah panik. Keluarga lapor polisi. Mareka juga mencari sendiri. Kali ini mereka napak tilas, menyusuri jalan desa yang biasa dilalui Nia. Sekaligus bertanya kepada warga yang tinggal di jalur tersebut. Warga itulah sehari-hari konsumen gorengan Nia.
Di situ seorang perempuan mengatakan, dia terakhir melihat Nia membawa baki gorengan pada Jumat sore, 6 September 2024, di dekat kuburan (dekat situ). Bergegas keluarga dan saksi perempuan itu mendatangi titik lokasi dimaksud. Mereka keliling di sekitaran semak kuburan.
Ternyata, tampaklah… gorengan. Tiga-empat potong pisang goreng terselip semak. Itu gorengan Nia. Mereka konsentrasi di area tersebut. Menyibak semak, memelototi tanah.
Ketemu, gundukan tanah yang diinjak ambles. Gundukan baru. Mereka curigai itu. Mereka gali dengan tangan. Cukup dalam. Sampai ketemu kaki manusia. Maka heboh. Polisi membongkar, itulah jasad Nia. Utuh, telanjang.
Mundur ke Jumat, 6 September 2024. Pukul 17.00 sampai 17.10 WIB. Belum lama hujan reda. Sejuk desa semilir angin bukit. Empat pemuda, termasuk Indra, nongkrong di sebuah warung di jalur Nia lewat. Kebetulan, Nia lewat situ.
Indra pada 2013 dipenjara dua tahun karena mencabuli gadis. Tahun 2017 ia masuk bui lagi, kasus narkoba. Sekarang ia memanggil Nia. ”Beli gorengan…” teriaknya.
Nia berhenti, membuka baki. Mata Indra fokus ke sosok Nia, berjilbab hitam. Ia amati sekujur Nia. Sementara itu, empat pemuda tersebut membeli gorengan. Prosesnya singkat. Empat pemuda mengambil pisang goreng, mereka bayar, lalu Nia jalan keliling lagi. Selesai makan gorengan, empat pemuda itu pergi ke jurusan berbeda.
Indra ternyata jalan memutar, mencegat jalur Nia. Ketemu. Ia melihat Nia jalan dari arah Pasar Gelombang menuju arah rumah Nia. Berlawanan arah dengan Indra. Tanpa mencegat pun, mereka pasti berpapasan. Tunggu saja.
Pukul 18.25 WIB. Langit sudah gelap. Lampu-lampu rumah warga di kejauhan masih bisa menyoroti Indra-Nia berpapasan. Mereka bertemu muka. Langsung…. Indra merangkul, memiting, memuntir, membanting, menelungkupkan, mengalungkan rafia ke korban, membikin simpul laso, menarik sekuat tenaga. Kreeeek…
Tubuh gadis itu lemas. Dibopong Indra, menuju bukit sekitar 100 meter dari situ. Di bukit sepi nan gelap itulah Indra memerkosa Nia. Setelah puas, ia menyeret tubuh itu menuju semak dekat kuburan.
Stop… Polisi saat rekonstruksi bertanya ke Indra: ”Waktu itu dia sudah meninggal, ya?”
”Saya enggak tahu.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: