Deklarasi Kazan: Rivalitas Hegemoni Ekonomi BRICS versus G-7?

Deklarasi Kazan: Rivalitas Hegemoni Ekonomi BRICS versus G-7?

ILUSTRASI Deklarasi Kazan: Rivalitas Hegemoni Ekonomi BRICS versus G-7?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Jokowi Ingin KTT BRICS Bisa Reformasi Tata Kelola Dunia

Dorongan penggunaan mata uang lokal itu mengikuti inisiatif pembayaran lintas batas BRICS (BCBPI) yang bertujuan mempermudah pembayaran dan meminimalkan hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota. 

Selain itu, berangsur-angsur meninggalkan instrumen pembayaran SWIFT yang merupakan jaringan keuangan internasional yang banyak dianut negara Barat. 

Sebaliknya, AS dan sekutunya telah menolak gagasan bahwa BRICS dapat menjadi saingan geopolitik. 

BACA JUGA:Akademisi Indonesia Ikut BRICS 2nd Postgraduate 2023 di Afrika Selatan

BACA JUGA:Indonesia Masih Pikir-Pikir Untuk Gabung BRICS

Akan tetapi, laporan internal pemerintah AS dan sejumlah analis telah memprediksi bahwa BRICS mungkin menghadapi tantangan yang serupa dengan yang dialami Asosiasi Kerja Sama Regional Asia Selatan (SAARC), yang kini telah mati suri. 

Hal tersebut menandakan bahwa BRICS mungkin memasuki momen atau fase baru yang penuh tantangan. Tantangan tersebut berasal dari persaingan ekonomi dan politik internal seperti konflik antara China dan India serta persaingan China dengan Amerika Serikat (AS).

RIVALITAS HEGEMONI

Tampilnya kaukus ekonomi BRICS, sebagaimana pidato yang disampaikan Presiden Rusia Vladimir Putin di hadapan anggota delegasi anggota di Kota Kazan, menjadi kekuatan ekonomi baru yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh Barat. 

Dengan potensi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global anggota mencapai angka 37 persen menguasai PDB dunia, BRICS jauh melampaui PDB negara-negara yang bergabung dalam kaukus ekonomi G-7, yang beranggota Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang. 

Dengan penyampaian bahasa eufemisme, Putin membandingkan perubahan dalam pangsa PDB global antara G-7 dan BRICS. Ia mengatakan bahwa PDB G-7 terus menyusut dari 1992 sebesar 45,5 persen menjadi 16,7 persen pada 2024. 

PDB agregat aliansi BRICS lebih dari USD 60 triliun atau setara Rp 900.000 triliun (asumsi USD 1 = Rp 15.000) dan total pangsa pasar global melebihi indikator pertumbuhan aliansi negara G-7. 

Dalam beberapa dekade terakhir, lebih dari 40 persen pertumbuhan PDB global dan seluruh dinamika ekonomi global telah diperhitungkan negara-negara BRICS.

Bahkan, dalam laporan yang diterbitkan International Monetary Fund (IMF) yang tercantum dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2024 yang berjudul Policy Pivot, Rising Threats (Pergeseran Kebijakan, Meningkatnya Ancaman), telah diprediksi bahwa dunia akan makin bergantung pada kelompok ekonomi berkembang BRICS untuk mendorong ekspansi pertumbuhan ekonominya ketimbang negara-negara Barat yang tergabung dalam G-7. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: