Kebijakan Hilirisasi dan Kutukan Sumber Daya Alam

Kebijakan Hilirisasi dan Kutukan Sumber Daya Alam

ILUSTRASI kebijakan hilirisasi dan kutukan sumber daya alam.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Investasi yang telah dibenamkan di Indonesia dari smelter tersebut sebesar 11 miliar dolar AS atau Rp 165 triliun untuk jenis pyrometalurgi dan 2,8 miliar dolar AS atau Rp40 triliun untuk hydrometalurgi yang memproduksi MHP sebagai bahan baku baterai. 

Keberadaan sejumlah smelter tersebut turut mendongkrak perekonomian daerah. Di Sulteng, pertumbuhan ekonomi meningkat dari rata-rata 7 persen menjadi 15 persen. 

Serupa di Maluku Utara, sebelumnya rata-rata pertumbuhan di angka 5,7 persen, setelah hilirisasi menjadi 23 persen dalam setahun. 

Demikian pula, dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerjanya, untuk Sulteng, dari 1.800 naik menjadi 71.500 tenaga kerja. Sementara itu, di Maluku Utara, sebelum hilirisasi hanya tercatat 500 tenaga kerja dan kini melonjak menjadi 45.600 pekerja. 

Setelah melakukan terobosan moratorium ekspor bijih nikel, pemerintah pun bersiap melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan mineral lainnya, yakni tembaga dan bauksit. 

Terbaru, pemerintah juga berencana menghentikan ekspor gas alam cair (LNG) untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Kemudian, diperluas lagi, tidak hanya dari sektor pertambangan, pemerintah juga secara eksplisit mengungkapkan rencananya untuk menghentikan ekspor bahan mentah dari sektor pertanian. 

Komoditas sawit, misalnya, diarahkan untuk diproses agar menghasilkan nilai tambah yang tinggi sehingga tidak hanya diekspor dalam bentuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), tetapi mengarah pada barang jadi lainnya seperti mentega, kosmetik, ataupun bahan bakar biodiesel. 

Larangan ekspor CPO itu akan diberlakukan setelah larangan ekspor bauksit mentah. Tekad pemerintah dikuatkan dengan perintah kepada jajaran departemen terkait agar menyiapkan segala mitigasi untuk menghadapi konsekuensi hukum dan ekonomi jika Indonesia telah secara penuh menghentikan ekspor bahan mentah.

SWASEMBADA ENERGI

Sejak beberapa dekade, elemen pembentuk modal produk domestik bruto (PDB), salah satunya, didominasi produk SDA berbasis bahan mentah yang diekspor. Hal tersebut tentu sangat merugikan karena potensi nilai tambah yang seharusnya bisa ditingkatkan menjadi sia-sia belaka. 

Dengan hilirisasi yang merupakan proses peningkatan nilai tambah dengan mengolah atau memurnikan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau jadi, nilai produk bahan tersebut akan makin meningkat jika dibandingkan dijual dalam bentuk mentah. 

Hilirisasi juga memberikan arti penting dalam rantai pasok ekonomi karena akan menghadirkan pemasok dan industri lain, menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, dan meningkatkan penerimaan pajak bagi negara. 

Meski demikian, untuk mewujudkan kebijakan hilirisasi barang tambang yang berkeadilan dan berkelanjutan, tidak dapat dilepaskan dari intervensi negara. Artinya, pengelolaan SDA tidak dapat sepenuhnya diserahkan ke pasar. 

Jika itu terjadi, hanya segelintir kelompok kekuatan ekonomi yang menikmati manisnya gula-gula SDA. Sebaliknya, mayoritas rakyat hanya menjadi penonton. 

Sekali lagi, campur tangan negara dalam pengelolaan SDA merupakan manifestasi dari UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: