Pendekar Politik: Gus Ipul dan Cak Imin
ILUSTRASI pendekar politik: Gus Ipul dan Cak Imin.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Pasang Surut Gus Ipul dan Cak Imin
Malah, Akbar Tandjung disebut sebagai politikus paling licin. Ia berhasil menyelamatkan eksistensi Golkar yang saat itu sebagai penguasa 32 tahun sebelum reformasi politik. Di era reformasi, ia berhasil mentransformasi Golkar yang sebelumnya sebagai ”musuh bersama” para reformis menjadi Partai Golkar. Partai yang sampai sekarang tetap terus ikut berkuasa.
Padahal, pada masa itu, arus untuk membubarkan Golkar seakan tak terbendung. Akbar Tandjung juga sempat dibidik untuk dipenjarakan melalui Kejaksaan Agung. Namun, upaya itu tak berhasil. Ia mampu melarikan diri dari Gedung Bundar (Kejagung) saat hendak diperiksa.
Cak Imin punya kelincahan yang kurang lebih demikian. Ia berkali-kali lolos dari jerat hukum. Juga, lolos dari jebakan politik. Karena itu, Bocor Alus Politik (BAP) Tempo menjuluki Cak Imin dengan sebutan kancil. Itu jenis hewan kecil yang dikenal cerdik dan lincah. Zig-zag politiknya menjadikan ia selalu terpakai di setiap pemerintahan.
BACA JUGA:Pilkada Kota Pasuruan Lawan Kotak Kosong, Gus Ipul Titip Pesan
BACA JUGA: Cak Imin Titipkan 8 Visi Perubahan Kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dalam kadar dan panggung berbeda, Gus Ipul bisa disebut sebagai politikus tulen yang luwes. Ia pernah kalah berkali-kali. Tapi, bisa hidup kembali. Ibaratnya, sebagai politikus, ia punya nyawa banyak. Karena itu, meski kalah, ia tetap hidup dan bisa bangkit untuk berkiprah lagi.
Sebagai politikus, Gus Ipul adalah pemain panggung. Ia akan hidup sepanjang memiliki panggung. Entah itu panggung besar maupun panggung kecil. Ia pernah menjadi anggota DPR RI, wakil gubernur, wali kota di kota kecil, dan kembali menjadi menteri. Tak banyak politikus yang punya ketahanan mental sepertinya.
Kini dua politikus santri itu berada dalam satu panggung: Kabinet Merah Putih. Bahkan, keduanya berada dalam satu kotak koordinasi. Cak Imin sebagai menkonya, Gus Ipul sebagai salah seorang menteri yang berada dalam koordinasinya. Keduanya harus berbagi panggung dalam kendali Presiden Prabowo.
Gus Ipul dengan riang dan renyah menceritakan rapat koordinasi pertamanya dengan Cak Imin. ”Urusan negara jauh lebih penting daripada masalah pribadi kita masing-masing,” katanya di kantor Kemensos seusai ia bertemu Cak Imin. Tak ada rasa canggung antar keduanya.
Bagi keduanya, politik adalah panggung. Bergantung lakon apa yang diperankan. Terkadang harus memerankan peran antagonis. Terkadang sebaliknya. Selain politik sebagai panggung, tak ada yang abadi di dalamnya. Yang abadi adalah kepentingan.
Tinggal bagaimana mengisi keabadian dalam panggung yang sama itu. Politik sekadar demi kepentingan kekuasaan atau untuk kemaslahatan. Di situ bukan memaknai politiknya yang utama, melainkan bagaimana merumuskan kepentingan bersama yang dikedepankan.
Atau, memang betul apa yang diungkapkan KH A. Mustofa Bisri. Bahwa antara Gus Yahya, Gus Ipul, dan Cak Imin itu adalah teman yang biasa gojlokan sejak dulu. Hanya, mereka membawa kebiasaan bergurau atau gojlokan itu saat mereka berada di depan umum.
Jadi, tak perlu berseteru dalam berpolitik. Tapi, biasanya hanya pendekar politik yang mampu untuk itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: