Keputusan Negara Bisa Berubah karena Kekuatan Media Digital
ILUSTRASI keputusan negara bisa berubah karena kekuatan media digital.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
HASIL pertandingan kualifikasi Piala Dunia antara Indonesia vs Bahrain sudah kita ketahui, berakhir imbang 2-2. Pertandingan itu dipimpin Ahmet Al Kaf, wasit asal Oman. Para netizen Indonesia menyerang kepemimpinan wasit dan timnas Bahrain.
Bahkan, timnas Bahrain meminta Federasi Sepak Bola Asia (AFC) untuk memindahkan venue pertandingan ke negara netral. Sebelumnya netizen Indonesia menghujat, bahkan mengancam, timnas Bahrain ketika bermain di Jakarta. Itu menunjukkan kekuatan media digital mampu mengubah keputusan negara.
Dalam dunia komunikasi, itu disebut sebagai digital activism. Netizen mengolah suatu isu yang beramai-ramai dan bisa mengubah keputusan, bahkan keputusan suatu negara. Mereka tidak perlu memprotes ke negara tersebut atau berkirim surat secara formal ke induk organisasi yang menaungi sepak bola di negara tersebut.
BACA JUGA:Peran Media Digital dalam Membangun Rasa Nasionalisme dan Bela Negara
Makanya, kita perlu menyimak keputusan Prabowo mengubah Kementerian Kominfo menjadi Kementerian Komunikasi, Informasi, dan Digital. Itu menunjukkan betapa pentingnya kekuatan dunia digital. Kebijakan sebuah negara bisa berubah.
Kita pasti ingat bagaimana kekuatan media digital. Lewat media itu, empati publik bisa diaduk-aduk. Lewat program donasi melalui e-rekening, bisa meringankan beban seseorang, kekuatan politik baru, bahkan berdampak di advokasi lingkungan.
Donasi ARMY yang digalang di tengah pandemi Covid-19 berhasil mengumpulkan ratusan juta rupiah dalam waktu relatif singkat. Di bidang politik, kemenangan Narendra Modi menjadi perdana menteri India merupakan buah penggalangan suara melalui media digital.
BACA JUGA:Mendengar Media Digital: Perbincangan Skripsi dan Tugas Akhir
Sudah barang tentu, itu juga berlaku dalam kemenangan para pemimpin negara Barat seperti Obama dan Trump saat memenangkan kontestasi pilpres AS.
Solidaritas di bidang lingkungan pun menjangkau dunia digital. Pada 2019 Greta Thunberg, gen Z asal Swedia, meluncurkan gerakan bernama Fridays4Future (FFF). Gerakan itu menjadi gerakan demonstrasi perubahan iklim terbesar di dunia.
Sebab, lebih dari 4 juta orang yang tersebar di 150 negara ikut melaksanakan demonstrasi atas masalah perubahan iklim. Greta Thunberg juga menggunakan media sosial untuk menggerakkan follower-nya.
BACA JUGA:Khofifah Dinobatkan Pemimpin Berdampak di Media Digital
Bahkan, kekuatan media digital cukup digdaya saat bahkan mencari orang hilang. Sebut saja sejumlah grup di Facebook seperti Grup Informasi Pencarian Orang Hilang dan Grup Info Orang Hilang & Telantar DKI Jakarta yang memanfaatkan metode crowd searching yang dikembangkan grup tersebut.
Mereka pun sempat sukses membantu keluarga dan aparat terkait menemukan anggota keluarga orang yang hilang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: