Keputusan Negara Bisa Berubah karena Kekuatan Media Digital

Kondisi dunia telah berubah. Kritik dan demo tidak perlu dilakukan secara masif atau beramai-ramai mendatangi lembaga tersebut. Tetapi, melalui media sosial, kita bisa menggalang kekuatan publik.

Kampanye, misalnya, sudah dimulai oleh Jokowi pada saat berkompetisi untuk presiden RI ke-7. Lewat media sosial, kampanye digarap oleh timnya secara profesional. Hasilnya bisa kita lihat, salah satu kemenangannya lewat kekuatan tersebut. 

Selain itu, kita tidak bisa menafikan cara berbelanja. Cara berinteraksi kita telah berubah lewat kekuatan media digital. Lama-lama rapat kabinet dilakukan tidak hanya di Istana Negara, tetapi bisa lewat laptop, lewat media digital. 

AGENDA KE DEPAN

Apa yang penulis sajikan sebelumnya membuat beberapa langkah harus kita ambil. 

Pertama, perubahan nama kementerian dari Kominfo menjadi Komdigi merupakan hal tepat dan perlu didukung. Sebab, itu menunjukkan begitu pentingnya urusan digital. 

Kedua, UU Pers harus mengakomodasi perkembangan teknologi komunikasi digital, tidak cukup mengandalkan UU ITE. UU Pers pun perlu memasukkan bagian yang mengatur tentang jurnalisme digital. 

Ketiga, organisasi pers dan asosiasi wartawan Indonesia bisa mengajukan beberapa draf revisi UU Pers dalam konteks ini. Jangan menjadi kebiasaan, revisi UU dilakukan baru setelah ada kejadian. Kita perlu mengantisipasinya, dengan lebih dahulu melakukan revisi UU Pers. UU tersebut lebih antisipatif dan menjawab persoalan atau kejadian pers (delik pers) yang terjadi di kemudian hari. 

Keempat, lebih melakukan edukasi ke berbagai pelosok daerah, memperbaiki koneksi, dan jaringan online agar teknologi tidak dianggap Jawa-sentris. (*)

*)Yayan Sakti Suryandaru adalah dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga.

*)Rinda Aunillah adalah kepala Laboratorium Newsroom, Universitas Padjadjaran.

Sumber: