Ramadan Kareem 2025 (5): Bulan Distribusi

Dengan Ramadan ini berarti perekonomian berjalan. Silaturahmi semakin terbangun melalui undangan buka puasa bersama kolega, kerabat, sanak-saudara, termasuk tetangga, dan handai taulan. --iStockphoto
HARIAN DISWAY - Dalam perjalanan pulang dari Universitas Airlangga menuju kawasan Surabaya Barat, saya menyaksikan penuh kagum di pekan awal Ramadan 1446 H ini. Sebuah gambaran realistis tentang makmurnya bulan Ramadan.
Bagaimana tidak? Di tataran pemerintahan kita menyimak dalam-dalam mengenai efisiensi anggaran. Di lingkup BUMN terjadi peristiwa yang menyentakkan dalam tata kelola korporasi yang baik yang jauh dari nilai-nilai dasar good corporate governance.
Korupsi menghentak kesadaran publik dengan langkah penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung RI. Skema bahan bakar minyak oplosan menjadi ajang diskusi kelas rumahan sampai gedongan.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (1): Barakallah, Puasa Lagi, Kan...
Areal cangkrukan seakan bergeser dari diskusi mengenai pemagaran laut menuju bincangan soal korupsi di Pertamina. Pemberitaan menampilkan buruknya wajah korporasi yang selama ini sangat dominan dalam penyediaan BBM di seluruh Nusantara.
Menggelisahkan, tentu. Tetapi nuansa Ramadan ini membuat beda. Ramadan ini menyuguhkan makna spiritual yang anggun, tetapi tidak norak. Mengenai kegelisahan laku korupsi serta tata keuangan negara yang harus “kencangkan ikat pinggang”, ternyata tidak membuat geliat umat mandeg.
Masyarakat telah menemukan jalannya sendiri agar tetap bertahan menyemaikan hidupnya. Rakyat tahu persis dalam pemenuhan kebutuhannya. Jamaah masjid dan musala telah bergerak cepat.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (2): Titian Kerinduan
Mereka memiliki kesadaran bahwa Ramadan ini adalah bulan untuk mendermakan segala milik setelah terhelatnya kebutuhan dirinya. Kaum filantropi muncul di gang-gang sempit serta lorong-lorong tengah kota.
Spanduk besar-besar digeber untuk woro-woro bahwa mereka menyediakan takjil gratis bagi siapa saja yang melintasinya. Serumpunan jamaah pengajian, penyedia iftar itu tidak tanya apakah yang turut antre mengambil makanan takjil itu berpuasa apa tidak?
Urusan puasa diyakininya sebagai urusan yang sangat privat dengan Tuhan. Anak-anak muda mudi itu terpotret aktif menjadi roda pergerakan umat. Mereka berbagi. Inilah insan-insan filantropis yang menemukan jalan pengabdiannya.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (3): Kupu-Kupu Ramadan
Para donator atau para penyedia bungkusan makanan yang diterima dari warga perumahan atau anggota komunitasnya, jelas ikhlas tanpa perlu banyak bertanya. Lihat juga tumpukan makanan setiap sore di masjid-masjid yang ada di setiap kampung.
Tidak ada yang kekurangan bahan makanan untuk jamaahnya. Setiap hari selalu saja bertambah orang yang datang mengantarkan jajanan buat iftar. Sungguh ini adalah bulan yang Allah Swt memiliki caranya sendiri untuk meramaikannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: