Lawatan Tim FISIP Universitas Airlangga ke Jepang (4): Kenapa Membangun Kolaborasi dengan PT di Tokyo Sulit?
TIM FISIP Universitas Airlangga berkunjung ke KBRI Tokyo dan menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat di kedutaan.-Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY-
KAMIS, 5 Desember 2024, acara kami adalah berkunjung ke KBRI Tokyo dan menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat di kedutaan. Menjelang siang, pukul 13.00 waktu Tokyo, kami tiba di KBRI dan disambut hangat oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan Prof Amzul Rifin di ruang tunggu kantor kedutaan.
Prof Amzul adalah guru besar Departemen Agribisnis FEM IPB yang saat ini menjabat head of education & cultural section (ATDIKBUD) di KBRI Tokyo.
Kami diajak Prof Amzul naik ke lantai tiga. Di sana ada sebuah ruang pertemuan yang bisa menampung belasan orang. Kami berbincang-bincang santai dengan Prof Amzul sekitar 15 menit, sebelum akhirnya datang Muhammad Al Aula, alumnus program magister dari Manchester University UK –yang kini menjabat minister counsellor media and sociocultural affairs.
BACA JUGA:Lawatan Tim FISIP Universitas Airlangga ke Jepang (1): Menjajaki Kerja Sama dengan PT di Jepang
Pertemuan juga dihadiri Maria Renata Hutagalung, wakil duta besar Indonesia untuk Jepang. Tiga orang pejabat KBRI Jepang itu sangat ramah. Kami disambut layaknya kawan lama yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Amzul berasal dari IPB, Aula adalah alumnus UGM, dan Renata alumnus Program Studi Hubungan Internasional UI.
Heri Akhmadi, duta besar RI untuk Jepang, tidak ikut dalam pertemuan karena tengah pulang ke Indonesia untuk kepentingan dinas. Kami sebetulnya berharap dapat bertemu duta besar karena kebetulan anak dan cucunya alumnus dan sedang kuliah di FISIP Universitas Airlangga.
PERSONAL
Dalam pengantar perkenalan rapat bersama KBRI Jepang, kami mengutarakan bahwa tujuan kunjungan tim FISIP Universitas Airlangga adalah bersilaturahmi sekaligus meminta bantuan agar dapat difasilitasi membangun jejaring dengan sejumlah universitas di Tokyo.
Untuk dua universitas, yakni Hokaido University di Sapporo dan Center for Southeast Asian Studies, Kyoto University di Kyoto, kami telah melakukan penjajakan dan diterima dengan baik. Namun, untuk dua universitas di Tokyo yang kami kontak, hingga kami tiba di Tokyo, tetap tidak ada jawaban atau respons.
Menurut keterangan Muhammad Al Aula, kota-kota lain di Jepang pada dasarnya memang berbeda dengan Tokyo. Kampus-kampus di Tokyo, menurut Aulia, terkenal ”sombong” dan tidak mudah merespons langsung surat atau tawaran dari luar.
Sudah menjadi karakteristik intelektual dari Jepang, mereka tidak mudah merespons kontak dari kampus lain. Tidak mungkin, upaya melakukan penjajakan kerja sama dengan universitas di Jepang, lantas dengan cepat diterima atau dijawab langsung.
BACA JUGA:Lawatan Tim FISIP Universitas Airlangga ke Jepang (3): Warga Kota Tokyo, Benarkah Soliter?
Bagi universitas di Jepang, atau Tokyo pada khususnya, kerja sama bukanlah proses instan yang bisa dibangun dalam hitungan hari, pekan, atau bulan. Bukan tidak mungkin, ajakan untuk berkolaborasi dengan universitas di Tokyo baru akan mulai terbuka ketika hubungan sudah terbangun sekitar 3-4 tahun. Itulah kata Aula.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: