Mengenal Agustinus Tri Budi Utomo, Pemimpin Baru Keuskupan Surabaya (3): Ingin Ahli Nuklir, Malah Jadi Pastor

Mengenal Agustinus Tri Budi Utomo, Pemimpin Baru Keuskupan Surabaya (3): Ingin Ahli Nuklir, Malah Jadi Pastor

AGUSTINUS TRI BUDI UTOMO (tengah) bersama para frater (calon pastor) angkatannya.-Dokumen Pribadi-

“Jujur, saya senang. Saya mau kembali lagi ke Madiun. Saat saya berdiri, tiba-tiba bus yang saya tumpangi itu lewat. Saya tidak tahu kenapa bisa lewat tempat itu. Bus itu menghampiri saya. Kernetnya omong ke saya, map saya ketinggalan,” bebernya.


FRATER Didik (dua dari kanan) ketika bertugas bersama rekan sejawatnya di sebuah misa.-Dokumen Pribadi-

Semua hal yang dipikirkannya tadi tiba-tiba hilang semua. Ia harus pulang ke rumahnya untuk meminta tanda tangan izin orang tua. Di sisi lain, ibu Romo Didik: Eny Sukarniati, menginginkan anak ketiganya itu kuliah. Setelah itu, Didik harus kerja dan bisa membiayai kedua adiknya lagi.

Tetapi, orang tua Didik tidak bisa menghalangi keinginan Romo Didik untuk masuk seminari. Mereka hanya berpesan kepada Didik. Bahwa ketika menjadi pastor, Didik harus bisa diteladani umatnya dan bisa merangkul semua agama. Bisa menjadi terang untuk orang di sekitarnya.

Berkas yang dibutuhkan pun selesai. Romo Didik mengikuti tes di seminari St Vincentius Garum, Blitar. Ketika itu, Didik ikut rombongan dari Madiun. Antonius yang mengajak Romo Didik ikut seminari itu ternyata tidak ikut rombongan. Ia berjanji akan menyusul. Ia akan diantar keluarganya.

“Sampai Blitar, saya sudah ikut tes, ternyata saya dapat kabar bahwa teman saya itu tidak jadi masuk seminari. Ternyata, teman saya daftar kuliah di IKIP Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya). Anton ingin jadi guru. Katanya saat rapat keluarga Anton, ternyata ia disetujui untuk jadi guru. Bukan ikut seminari,” bebernya.

Romo Didik mengikuti Kelas Persiapan Atas (KPA) di seminari menengah St Vincentius Garum Blitar selama dua tahun. Mulai 1986-1988. Setelah itu, ia masuk tahun rohani selama setahun. Dilanjutkan kuliah S-1 selama empat tahun di STFT Widya Sasana, Malang.

Setelah menjadi sarjana filsafat dan teologi, ia harus menjalani tahun paroki. Kemudian, ia kuliah S-2 selama dua tahun. ’’Total semua 10 tahun. Setelah itu baru ditahbiskan menjadi romo,” bebernya.

Setelah menjadi Romo, Didik melamar ke Keuskupan Surabaya. Sehingga, ia mengikuti penugasan untuk ditugaskan ke mana saja. Saat baru dilantik itu, pria yang memiliki hobi seni itu mendapat surat keputusan (SK) menjadi pastor mahasiswa. “Itulah kenapa aktivis senior sekarang kenal sama saya. Karena, saya dosen mereka semua. Saat saya mengajar di Universitas Airlangga,” bebernya.

Saat menjadi pastor mahasiswa pada 1996 itu, Romo Didik kenal dengan tokoh lintas iman. Bahkan, ia sampai dijuluki Romo Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. 

Sejak itu, perjalanan panjang Didik menjadi pastor mulai dijalani. Berbagai jabatan strategis pun pernah ia emban. Pun dalam berbagai kegiatan lintas iman, Romo Didik tidak pernah absen. Hingga saat ini, pemuda lintas iman sangat dekat dengan imam kelahiran Ngawi tersebut. (*)

Pesan Rahasia Paus yang Harus Dijaga, baca besok… (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: