Preman Jalanan vs HAM
ILUSTRASI preman jalanan vs HAM.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Itu membuat para preman kabur dari kota-kota besar. Namun, di desa-desa pun mereka diburu aparat dan langsung dibunuh. Akibatnya, kejahatan secara umum turun drastis. Turun sekitar 70 persen. Kejahatan di jalanan nyaris tidak ada. Masyarakat kota-kota besar hidup tanpa begal di jalanan.
Petrus ditentang sebagian masyarakat. Dikhawatirkan terjadi salah bunuh orang. Masyarakat menentang tidak dalam bentuk protes atau demo, tetapi menggerutu di kalangan terbatas.
Misalnya, di warung kopi dan kumpulan pertemanan. Masyarakat tidak berani protes terbuka di rezim otoriter Orde Baru.
Amnesti Internasional berkirim surat kepada Presiden Soeharto, mempertanyakan petrus pada 1985. Desakan internasional terhadap pemerintah Indonesia soal itu terus gencar bermunculan. Akhirnya petrus dihentikan. Pun, penghentiannya tidak juga diumumkan. Tahu-tahu, sudah tidak ada lagi korban penembakan.
Dampak petrus, Indonesia bersih dari preman. Namun, seiring waktu, sedikit demi sedikit premanisme muncul lagi. Pemerintah tetap menindak tegas preman.
Kini, 39 tahun pasca petrus, begal motor sangat marak. Pelaku begal tak segan melukai, bahkan membunuh korban. Kini aparat keamanan mustahil menerapkan petrus. Akibat demokratisasi, petrus melanggar HAM.
Kondisi semacam itu terjadi juga di El Salvador beberapa tahun lalu. Mirip Indonesia 39 tahun silam. Sejak 2019 preman dan geng penjahat diberantas habis atas perintah Presiden El Salvador Nayib Armando Bukele Ortez. Mirip seperti Indonesia zaman Orde Baru.
Dikutip dari The Guardian, 20 Februari 2023, berjudul El Salvador crackdown breaks the gangs – at huge cost to human rights, diungkapkan, dulu El Salvador disebut sebagai negara paling preman di dunia. Kini El Salvador bebas preman.
Disebutkan, geng-geng kriminal jalanan yang selama bertahun-tahun menguasai kota-kota besar di sana sudah musnah. Para preman di sana tidak dibunuh, tetapi dipenjara.
Tindakan pemerintah itu dikritik keras. Media berita terkemuka El Faro menulis, tindakan keras Presiden Bukele mengakibatkan lebih dari 64.000 orang dipenjara dan secara drastis memangkas angka pembunuhan –telah menghasilkan ”perubahan luar biasa” bagi warga Salvador meskipun dengan mengorbankan demokrasi dan hak asasi manusia.
Kini di sana sudah telanjur sepi preman. Masyarakat merasa aman berada di jalanan malam hari.
Kendati, itulah risikonya: pemerintah El Salvador dikritik pers melanggar HAM. Memang itulah risiko pemberantasan preman secara tegas dan konsisten. Kalau tindakan terhadap preman ”longgar”, ya kondisinya seperti sekarang. Masyarakat tinggal pilih. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: