Ambisi Besar Dongkrak Gizi, Masih Skeptis Makan Siang Gratis
isi paket Program Makan Siang bergizi di SMPN 1 Candi Sidoarjo, Senin, 6 Januari 2025-Boy.-Boy Slamet-
BACA JUGA:Wakil Ketua Umum Gerindra Sebut Program Makan Gratis Ditunda, Baru Mulai Januari 2025
BACA JUGA:Adik Prabowo Sebut Ide Program Makan Gratis Bergizi Prabowo Bukan Hal Baru, Sudah Sejak 2006
Tan Shot Yen, praktisi gizi dan dokter di Jakarta, ingat betul saat menu makan itu diujicobakan di beberapa kota. Tidak ada kajian yang terbuka. Seperti serba mendadak.
Menurut dia, pemerintah harus transparan memonitor penyediaan makanan tersebut. Terutama soal manajemen keamanan pangan. Pemerintah harus bisa mencegah masuknya bahan-bahan berbahaya atau tidak sehat. Misalnya, berbagai macam makanan olahan semacam sosis atau mi instan.
’’Semoga, program ini tidak hanya menjadi formalitas pemenuhan janji politik,’’ harapnya.
Dia mengusulkan, agar program itu bisa langgeng, pemerintah tidak hanya fokus pada pendanaan. Tetapi juga pemberdayaan masyarakat. ’’Jangan sampai mereka senang mendapat satu kali makanan gratis tapi harus tetap berjuang mati-matian untuk mencari makanan berikutnya,’’ ucap Tan.
Yuda Wiracakti (baju abu-abu) dan Bachtiar Rizcahya (baju coklat) mendistribusikan makanan bergizi di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo.-Boy Slamet-
Dalam kampanyenya, Prabowo berjanji akan memberi perhatian khusus kepada daerah tertinggal di Indonesia. Mereka akan diprioritaskan dalam pemberian makanan gratis tersebut.
Prabowo juga telah berkunjung ke berbagai negara untuk mendapatkan bantuan dana. Misalnya ke Amerika Serikat dan Inggris.
Mantan Menteri Pertahanan itu pun sudah mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada November 2024. Mereka menyepakati bantuan dana sebesar USD 10 miliar (sekitar Rp 161 triliun) untuk berbagai sektor. Termasuk makan gratis.
Meski begitu, tetap ada pengamat yang pesimistis. Mereka memandang, program itu akan sulit berlangsung dalam jangka panjang. ’’Kalau semua harus ditanggung pemerintah pusat, secara ekonomi itu mustahil,’’ kata Aditya Alta, analis kebijakan publik dari Center for Indonesian Policy Studies.
’’Terlebih, stunting adalah permasalahan multidimensi. Tidak bisa teratasi hanya dengan satu pendekatan,’’ ucapnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: