Wacana Libur Sekolah Ramadan, Wali Murid di Surabaya Beda Pendapat

Wacana Libur Sekolah Ramadan, Wali Murid di Surabaya Beda Pendapat

Sejumlah siswa-siswi kelas 5 Sekolah Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya saat mengikuti pelajaran di kelas, Senin, 21 Oktober 2024.-Dinar Mahkota Parameswari-

SURABAYA, HARIAN DISWAY – Libur sekolah selama bulan Ramadan bukanlah kebijakan baru. Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, misalnya, pernah menerapkannya pada Ramadan 1999. 

Kala itu, Gus Dur mengimbau sekolah-sekolah untuk mengadakan pesantren kilat agar siswa fokus belajar agama. 

Kebijakan serupa pernah diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Kemudian dilanjutkan pada era Presiden Sukarno. Namun, di era Soeharto, Menteri Pendidikan Daoed Jusuf menghentikan libur sebulan penuh. Ia menganggapnya sebagai pembodohan dari pemerintah kolonial. 

Kebijakan Menteri Daoed itu menuai protes. Akhirnya, beberapa sekolah Islam tetap meliburkan siswanya selama Ramadan kala itu.

Wacana libur sekolah selama bulan Ramadan kembali muncul pada era Presiden Prabowo Subianto. Wakil Menteri Agama Romo H.R Muhammad Syafi'i menyebut bahwa pemerintah mewacanakan untuk meliburkan sekolah selama sebulan pada Ramadan 2025.

Wacana tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Termasuk dari para wali murid di Kota Surabaya. 

BACA JUGA:Soal Wacana Libur Sekolah selama Ramadan, Pakar Pendidikan: Perlu Disediakan Kegiatan Baru

BACA JUGA:Muhammadiyah Dukung Wacana Libur Sekolah Selama Ramadan

Emawati Rachmi yang memiliki putra kelas XI di SMA 9 Surabaya, turut memberikan pandangannya mengenai isu tersebut. Ia menilai kebijakan itu memiliki sisi positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan dengan matang.

”Ya, kebijakan ini menurut saya akan jadi polemik. Pro-kontra. Kalau saya sih senang-senang saja anak sekolah diliburkan. Tapi itu pasti berdampak pada minat anak untuk belajar,” ujar Emawati kepada Harian Disway, Kamis, 9 Januari 2025. 

Dia menyebut bahwa libur sekolah selama Ramadan dapat memberikan waktu istirahat yang lebih bagi anak-anak. Namun, di sisi lain, Ema khawatir libur panjang akan mengganggu rutinitas belajar anak.

Jika sekolah tidak diliburkan, anak-anak akan memiliki aktivitas yang terstruktur dan tetap mendapatkan ilmu baru dari para guru di sekolah. Menurutnya, keberadaan aktivitas di sekolah sangat penting untuk menjaga semangat belajar anak-anak.

”Kalau anak libur satu bulan, anak-anak di rumah hanya akan mengisi waktunya dengan tidur, main gadget, ngegame. Kalau dia beraktivitas di sekolah, ada saja ilmu yang bisa diserap,” ungkapnya. 

Berbeda dengan Ema, Sinta Agustina, seorang orang tua wali murid di Surabaya mendukung kebijakan itu. Menurut dia, libur selama Ramadan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk memperdalam nilai-nilai keagamaan dan mempererat hubungan keluarga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: