Cerita Diaspora oleh I.G.A.K. Satrya Wibawa (7): Berinteraksi dengan Parisian di Bus

Cerita Diaspora oleh I.G.A.K. Satrya Wibawa (7): Berinteraksi dengan Parisian di Bus

Sebuah stasiun jika ingin naik metro yang membuat kita merasa seperti sedang teleportasi dari satu stasiun ke stasiun lain. --I.G.A.K. Satrya Wibawa


Selain dengan MRT atau metro, naik bus di Paris adalah pilihan I.G.A.K Satrya Wibawa sekeluarga. --I.G.A.K Satrya Wibawa

Setiap pagi, saat saya mengantar anak saya sekolah, kami selalu naik bus yang sama. Bersama belasan orang tua dengan anak-anaknya. Jadi berasa naik bus sekolah, sambil mengagumi anak-anak ini. Kecil-kecil kok wes pinter bahasa Prancis. Hahaha.

Kadang, saya naik bus kota yang sopirnya sedang training. Karena masih baru, si sopir sering gugup. Terutama kalau melewati bundaran Arc de Triomphe. Bagi banyak orang, bundaran ini memang menantang karena bercabang delapan dan jika nggak paham jalan atau nggak nekat, pasti akan masuknya ke arah yang salah. Pun sopir baru ini. 

Jadi saat dia tahu dia sudah nggak bisa masuk ke rute yang benar, dia akan memilih muter bundaran lagi. Kadang hingga tiga kali, baru lolos bisa masuk rute yang benar. Para penumpang, walau gregetan, tak ada yang mengomel. Mungkin maklum karena sopir baru, atau ya memang pasrahan, ketimbang turun terus jalan kaki? Tapi kalau sudah mepet jam masuk sekolah, bikin dagdigdug sih. Ini bus kota apa orang bingung, muter melulu. 

BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh I.G.A.K Satrya Wibawa (3): Belajar pada Sopir Bus

Tapi seaneh-anehnya pengalaman, naik bus selalu bikin saya merasa lebih lokal. Saya belajar mengenali rute favorit, sopir-sopir yang beraneka ragam, dan halte-halte dengan nama lucu seperti “Pyrénées–Ménilmontant” yang entah kenapa terdengar seperti nama band indie Prancis.

Kadang sopirnya sangat ramah, sapaan ”bonjour” saya disambut dengan rentetan kalimat panjang yang membuat saya cuman tersenyum pasrah karena nggak paham. Jadi, naik bus di Paris mungkin nggak secepat metro. Tapi buat saya, setiap perjalanannya penuh cerita.

Kadang lucu, kadang aneh, kadang bikin kesel, tapi selalu ada saja hal baru yang bisa bikin saya nyengir sambil berpikir, “Ah, ini dia rasa tinggal di Paris”.  Dari jendela bus, Paris terasa lebih hidup—lebih dari sekadar kota romantis dengan menara besi besar—tapi sebagai kota yang benar-benar dihuni oleh orang-orang dengan kebiasaan, kesibukan, dan kejutan harian yang tak terduga.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh I.G.A.K. Satrya Wibawa (2): Seperti Lesung Ketemu Alu

Bagaimanapun, naik bus, dan juga Metro, selain sebagai sebuah sarana transportasi juga sarana interaksi. Bertemu sesama, para Parisian. Bertemu manusia. Membuat saya sedikit demi sedikit memahami Paris melalui manusianya. (*)

*) Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Staf Pengajar Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: i.g.a.k satrya wibawa