Berkah Transformasi PTPN Group
ILUSTRASI Berkah Transformasi PTPN Group.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Khusus untuk komoditas gula, transformasi itu dimulai dengan memisahkan seluruh pabrik gula milik PTPN menjadi satu entitas ke dalam PT SGN.
BACA JUGA:KPK Geledah PT PTPN XI Surabaya
BACA JUGA:Java Cofee PTPN XII Hadir di KTT G20 Bali
Tak hanya merestrukturisasi organisasinya, tapi juga dilakukan perubahan paradigma dan membangun ekosistem baru produksi gula nasional. Dalam tiga tahun, transformasi itu ternyata telah menghasilkan.
Apa indikatornya? Produktivitas gula di PTPN Group meningkat. Harapan petani untuk lebih sejahtera tumbuh secara signifikan.
Itu bisa dilihat dari terus bertambahnya luasan tebu milik petani. Kinerja perusahaan juga tumbuh dengan meyakinkan.
Para karyawan pun mempunyai harapan masa depan yang lebih cerah jika dibandingkan dengan sebelum transformasi terjadi.
Berdasar laporan kinerja perusahaan, produksi gula di PT SGN naik 13 persen. Tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Dibarengi dengan efisiensi yang meningkat, pada 2024, PT SGN bisa mencatatkan EBITDA atau keuntungan sebelum pajak dan amortisasi sebesar Rp 1,7 triliun. Cashflow perusahaan juga aman sehingga tak ada lagi cerita pembayaran yang molor untuk gula petani.
Berbeda dengan kebanyakan pabrik gula swasta, PTPN Group melakukan transformasi dengan mengubah paradigma.
Yang tadinya ”terseret” dengan paradigma profitabilitas yang berbasis paham kapitalistis menjadi paradigma produktivitas yang memprioritaskan produktivitas semua elemen dalam industri.
Jika paradigma profitabilitas hanya mementingkan keuntungan perusahaan, paradigma produktivitas mengedepankan keberlangsungan produksi gula.
Paradigma produktivitas dalam implementasinya dipraktikkan dengan mengedepankan sistem bagi hasil dengan para petani mitra PT SGN yang jumlahnya ratusan ribu.
Petani menjadi bagian penting dalam paradigma itu karena merekalah yang menjaga keberlangsungan produksi pabrik gula dengan pasokan bahan baku tebunya.
Pabrik gula milik PT SGN tidak hanya berpikir keuntungan individual mereka, tapi juga kesejahteraan petani yang menjadi mitranya. Paradigma itu jelas lebih sesuai untuk menjadi dasar pengembangan ekosistem industri pangan yang berbasis rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: