Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Nasionalisme yang Memberdayakan Sumber Pangan Lokal

Harganya sempat menyentuh Rp 15 ribu/kg terutama di wilayah Jawa Tengah yang merupakan pusat populasi ayam ras pedaging. Menurunnya harga daging ayam mengakibatkan peternak menderita kerugian besar karena tidak bisa memelihara ayam. 

Sementara itu, produk daging di Indonesia masih rendah dan mengandalkan impor. Pemerintah menetapkan kuota impor daging untuk reguler atau swasta pada 2024 menjadi 145.250 ton. Berdasar data Bapanas, pada 2023 kuota impor daging sapi reguler ditetapkan sebanyak 1 juta ton.

Untuk itu, pemerintah perlu memfasilitasi agar produksi daging sapi, kambing, dan kerbau dalam negeri bisa meningkat. Indonesia berpotensi menghasilkan daging karena didukung lingkungan. 

Sebab, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di perfdesaan. Juga, sejumlah ahli di bidang peternakan dan kedokteran hewan ada di sejumlah perguruan tinggi di provinsi Indonesia. 

Indonesia berpotensi besar menghasilkan sayur dan buah-buahan. Bahkan, sayur dan buah-buahan (pisang, pepaya, dan lain-lain) bisa berproduksi sepanjang tahun. 

Oleh karena itu, perlu ditingkatkan teknologi untuk menghasilkan sayur dan buah-buahan yang berkualitas. Sebab, hingga sekarang sebagian sayuran dan buah-buahan masih impor. 

Beberapa persoalan pelaksanaan MBG muncul di lapangan. Untuk itu, diperlukan, antara lain, kerja sama sejumlah stakeholder terkait dengan mengedepankan nasionalisme untuk pengadaan bahan pangan. 

Lalu, perlu merekrut relawan (misalnya, mahasiswa) untuk menyiapkan, mendistribusikan MBG. Terakhir, evaluasi terus-menerus agar MBG berjalan lancar dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan bangsa. (*)

*) Rustinsyah adalah guru besar antropologi sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,  Universitas Airlangga, Surabaya.

 

 

Sumber: