Drama Harun Masiku

Drama Harun Masiku

ILUSTRASI Drama Harun Masiku.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dilanjut: ”Kemudian, petugas kami diproses di situ. Ditanya-tanya seterusnya, sampai kemudian dites urine dan lain-lain. Seolah ada orang yang ingin berbuat kejahatan di situ. Tentunya itu demi pengamanan di situ.”

Lebih aneh lagi. Pernyataan Ali Fikri pada lebih dari lima tahun silam itu berbeda jauh dengan pernyataan tim hukum KPK di sidang praperadilan Hasto di PN Jakarta Selatan, Kamis, 6 Februari 2025. Padahal, tim hukum KPK bicara di sidang resmi.

Sejarah kasus tersebut panjang berliku. Intinya begini: 

Pada 20 September 2018 KPU RI menetapkan daftar calon tetap (DCT) yang akan mengikuti pemilu anggota DPR dari PDIP untuk daerah pemilihan Sumatera Selatan 1. Meliputi Palembang, Lubuklinggau, Banyuasin, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara.

Sebelum pemilu, KPU mendapatkan informasi bahwa caleg DPR dari PDIP Nazarudin Kiemas meninggal dunia, 26 Maret 2019. Kemudian, KPU minta klarifikasi ke PDIP dan info tersebut dibenarkan PDIP tanggal 11 April 2019.

Posisi Nazarudin, menurut KPU, semestinya digantikan Rizky Aprilia yang menempati posisi kedua di Pileg 2019 Dapil I Sumatera Selatan.

Namun, PDIP mengajukan Harun Masiku yang menempati posisi keenam. Harun diajukan sebagai pengganti Nazarudin melalui proses pergantian antarwaktu (PAW). 

PDIP mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun. Namun, KPU tetap melantik Rizky Aprilia. Sebab, Harun tidak memenuhi syarat untuk menggantikan Nazaruddin.

Harun Masiku kemudian melobi Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan untuk membatalkan keputusan KPU tersebut. Wahyu menyanggupi. Wahyu meminta uang Rp 900 juta.

Maka, Harun mengirimkan Rp 850 juta kepada Wahyu melalui staf Sekretariat DPP PDIP bernama Saeful Bahri. Uang tersebut diterima Wahyu melalui anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

Pada 8 Januari 2020 Wahyu dan Agustiani dicokok KPK beserta barang bukti sejumlah uang SGD 38.350 dari Agustiani. Hari itu ditangkap KPK pula Saeful Bahri dan pengacara Donny Tri Istiqomah.

Di hari itu pula, malamnya, tim KPK nyaris menangkap Harun dan Hasto. Tapi, sebaliknya, malah tim KPK yang ditangkap, seperti dikatakan tim hukum KPK di atas.

Ada yang membingungkan lagi, tim hukum KPK di sidang praperadilan Hasto, mengatakan:

”Pada 8 Januari 2020 sore hari, sekitar jam 16.00 WIB, Firli Bahuri, ketua KPK, menyampaikan konferensi pers, mengumumkan bahwa saat itu sedang dilakukan OTT KPK pada orang KPU. Padahal, termohon belum sempurna melakukan tangkap tangan karena Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto belum bisa diamankan.”

Gampangnya, Firli Bahuri konferensi pers pukul 16.00 WIB, sedangkan petugas KPK masih akan menangkap Harun dan Hasto di PTIK pukul 20.00 WIB. Atau, bocor empat jam. Luar biasa aneh. Bagai drama, tapi ini kisah nyata. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: