Mengenal Phishing: Ancaman Kejahatan Siber di Era Digital

Mengenal Phishing: Ancaman Kejahatan Siber di Era Digital

Jangan terjebak! Pesan yang tampak resmi bisa jadi jebakan. Selalu periksa alamat pengirim sebelum mengklik tautan --Freepik

HARIAN DISWAY - Pada era digital yang semakin berkembang, ancaman kejahatan siber semakin meningkat. Salah satu metode yang paling sering terjadi adalah: phishing.

Modus itu menargetkan pengguna internet dengan cara yang semakin canggih dan sulit dikenal. Apalagi tanpa disadari, banyak orang telah menjadi korban dengan memberikan informasi pribadi mereka kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kasus penipuan melalui phishing umumnya terjadi saat seseorang menerima pesan atau email yang tampak resmi.

Bentuknya bisa berupa pemberitahuan dari bank, layanan e-commerce, hingga platform media sosial yang menginformasikan adanya masalah dengan akun pengguna.

BACA JUGA: Waduh, Hacker Bjorka Bobol 6 Juta Data NPWP Warga RI

Biasanya, korban akan diminta untuk mengklik tautan atau mengunduh lampiran yang ternyata merupakan jebakan. Tautan tersebut sering kali mengarahkan ke situs palsu yang dibuat sangat mirip dengan situs resmi.

Ketika korban memasukkan data pribadi seperti username, password, atau informasi kartu kredit, data tersebut langsung dicuri oleh pelaku.

Dari situ, berbagai risiko mulai muncul. Termasuk pencurian identitas, akses ilegal ke akun, bahkan kehilangan dana dalam jumlah besar.

Phishing bukanlah fenomena baru. Namun tekniknya terus berkembang. Para pelaku kejahatan siber kini menggunakan kecerdasan buatan. Mereka menciptakan email dan situs yang semakin sulit dibedakan dari yang asli.

BACA JUGA: Kelompok Hacker Brain Cipher Minta Maaf ke Masyarakat Indonesia Atas Serangan ke PDNS 2: Kunci Kami Berikan Besok, Gratis!

Apalagi beberapa pesan phishing sudah mampu meniru gaya komunikasi perusahaan atau institusi tertentu. Membuatnya semakin meyakinkan.

Selain itu, metode yang digunakan juga beragam. Tidak hanya melalui email, tetapi juga melalui pesan teks, media sosial, hingga panggilan telepon.

Dalam beberapa kasus, penipu menggunakan rekayasa sosial dengan berpura-pura menjadi pihak resmi yang meminta verifikasi data korban.

Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun, baik individu maupun perusahaan besar, bisa menjadi sasaran. Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang lebih rentan menjadi korban phishing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: