Membedah Film Horor yang Laris Manis di Indonesia

Mengapa Film Horor Laris di Indonesia?-Poe-Poe
“Kita menonton film horor bukan karena ingin merasa nyaman, tetapi karena kita ingin menghadapi ketakutan dengan cara yang aman,” demikian tulis G. Neil Martin dalam makalahnya yang berjudul (Why) Do You Like Scary Movies? A Review of the Empirical Research on Psychological Responses to Horror Films (2019).
Pengamatan itu menawarkan alasan mengapa genre horor tetap menarik perhatian jutaan penonton di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sejak The Exorcist (1973) hingga The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021), atau film lokal seperti Sundel Bolong (1981) hingga KKN di Desa Penari (2022), genre ini terus mendominasi layar lebar dengan menghadirkan pengalaman menegangkan dan memicu adrenalin yang khas.
Di Indonesia, film horor tidak hanya menjadi salah satu genre terpopuler, tetapi juga mendatangkan pendapatan besar hingga mencapai triliunan rupiah. Film yang umumnya mengisahkan makhluk supranatural atau kejadian gaib ini menawarkan lebih dari sekadar hiburan.
Sering kali, film horor menjadi cermin bagi ketakutan kolektif dalam masyarakat, menampilkan kecemasan dan trauma sosial yang bersumber dari keyakinan budaya. Namun, keberhasilan film horor tidak hanya bertumpu pada elemen ketakutan saja. Faktor kepuasan emosional, elemen budaya yang kuat, dan strategi pemasaran yang efektif menjadi alasan utama mengapa genre ini begitu digemari.
Daya Tarik Psikologis Film Horor
Film horor memiliki daya tarik psikologis yang mendalam karena mampu menghadirkan ketakutan dalam lingkungan yang aman dan terkontrol. Secara garis besar, ada dua aspek psikologis utama yang membuat genre ini begitu memikat: kebutuhan akan keterkejutan dan kebutuhan akan pelampiasan emosi.
Pertama, kebutuhan akan keterkejutan (sensation seeking). Menurut Dr. Phil. Billy Kristanto, seorang budayawan dan penulis buku, manusia secara biologis memiliki kebutuhan mendasar untuk mengalami kejutan dan sensasi, meski sering kali tidak disadari secara langsung.
BACA JUGA:Antusiasme Penonton Surabaya Menyambut Pemutaran Film Horor Petaka Gunung Gede
BACA JUGA:Musim Kedua Film Horor Gannibal Segera Tayang, Ungkap Asal Usul Keluarga Goto
Film horor mampu memicu respons emosional kuat yang terhubung dengan mekanisme biologis tubuh, khususnya respons fight or flight (bertempur atau kabur). Ketika menonton adegan menegangkan, tubuh merespons dengan melepaskan adrenalin, memicu detak jantung lebih cepat dan ketegangan otot.
Namun, dalam konteks film, ketakutan ini tetap terkendali dan tidak membahayakan, yang disebut sebagai konsep controlled fear. Penonton dapat merasakan sensasi tegang secara aman, menciptakan pengalaman yang mendebarkan tapi tidak berbahaya.
Kedua, kebutuhan akan pelampiasan (catharsis). Neil Martin menyoroti bahwa ketegangan ekstrem dalam film horor dapat menghasilkan pelepasan emosi yang dikenal sebagai catharsis. Setelah melalui momen intens, perasaan lega yang muncul menciptakan efek psikologis menyenangkan.
Ini menerangkan mengapa menonton film horor sering kali terasa memuaskan meskipun dipenuhi ketegangan. Martin menyebutnya sebagai Excitation Transfer Theory, di mana ketegangan yang terakumulasi sepanjang film mencapai puncaknya pada momen klimaks, sebelum berakhir dengan rasa lega atau euforia.
Fenomena ini menciptakan efek psikologis yang memuaskan meskipun film tersebut menampilkan adegan-adegan yang penuh ketegangan.
Film horor juga sering mengeksplorasi ketakutan mendasar manusia, seperti kegelapan, kematian, atau ancaman dari makhluk gaib. Stephen Prince dalam buku The Horror Film (2004) menjelaskan, film horor tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga refleksi kecemasan eksistensial.
Ketidakpastian akan kemanusiaan sering kali tercermin dalam transformasi karakter menjadi makhluk di luar batas normalitas, seperti hantu, zombie, atau entitas mistis lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: