Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu dan Keseriusan Negara Mendorong Penyediaan Pekerjaan yang Layak (Decent Work)

ILUSTRASI Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu dan Keseriusan Negara Mendorong Penyediaan Pekerjaan yang Layak (Decent Work).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ia menduga, tanda-tanda penurunan itu bahkan sudah terjadi sekitar 1995, saat munculnya tanda-tanda deindustrialisasi dini.
Deindustrialisasi itu memicu kalangan kelas pekerja di Indonesia tidak mendapatkan pekerjaan yang layak atau formal sehingga banyak dari mereka yang terpaksa menjadi pekerja informal atau gig worker (pekerja paruh waktu).
Tantangan program perluasan kerja yang dicanangkan pemerintah dalam konteks penciptaan pekerjaan yang layak (decent work). Definisi decent work versi ILO merujuk pada pekerjaan yang produktif dan memberikan pendapatan yang adil, menjamin keamanan di tempat kerja, serta memberikan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya.
ILO juga menjelaskan decent work harus memberikan kesempatan untuk berkembang, kebebasan dalam mengekspresikan pendapat, serta kesetaraan dan perlakukan yang adil bagi semua pekerja.
Selain itu, tantangan atas kebijakan ekonomi masih kurang berpihak kepada pengusaha muda dan pelaku usaha kecil menengah. Di antaranya, perizinan yang ruwet dan minimnya bantuan modal membuat iklim usaha domestik kurang kondusif.
Padahal, Indonesia seharusnya mampu memanfaatkan bonus demografi, yaitu proporsi penduduk usia produktif lebih tinggi, yang seharusnya menjadi momentum bagi percepatan pembangunan ekonomi.
Pemanfaatan dalam mendukung pergerakan ekonomi melalui pemberdayaan UMKM dan penyediaan tenaga kerja yang produktif.
Tantangan menciptakan lapangan kerja baru dengan mendatangkan investasi baru bukan pekerjaan yang mudah, terlebih saat geopolitik dan perang tarif menjadi tantangan tersendiri.
Secara internal, sering kali untuk mendatangkan investasi terkendala oleh birokrasi perizinan yang kompleks, infrastruktur yang belum memadai, serta ketimpangan antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan industri.
Sudah saatnya ada kerja sama (baca: keseriusan pemerintah) secara terstruktur dan sistemik antara kementerian investasi, pendidikan, dan ketenagakerjaan untuk menyusun ”peta jalur kompetensi (competency pathway) dan penyiapan pekerjaan yang berkualitas (human capital development)”.
Untuk tingkat daerah, di tengah kondisi keterbatasan dan efisiensi anggaran, upaya rekonfigurasi dan merekognisi ulang jenis dan keunggulan balai-balai latihan kerja atau pusat-pusat latihan kerja swasta dan industri menjadi pilihan yang moderat dan memungkinkan.
Pemerintah kembali ditantang perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja berkualitas, peningkatan keterampilan tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, serta perbaikan iklim investasi untuk menarik lebih banyak investor.
Jika merasa tidak ada perubahan, maka masyarakat, generasi muda yang labil yang tidak tahan tekanan, kurang nyaman, dan gaji minim akhirnya terdorong mencari peluang di luar negeri, yang dianggap lebih enak dan bergaji besar, bernilai, serta mampu menyediakan ekosistem karier yang lebih baik.
Dalam menghadapi fenomena #KaburAjaDulu, pemerintah harus arif dan responsif terutama terhadap aspirasi generasi muda.
Penguatan kembali penyuluhan/sosialisasi kerja ke luar negeri yang legal di berbagai kesempatan, lapisan, dan media menjadi kebutuhan. Informasinya dapat disampaikan secara seimbang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: