Elitisme Diplomasi dan Partisipasi Akar Rumput

ILUSTRASI Elitisme Diplomasi dan Partisipasi Akar Rumput.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DI sudut-sudut warung kopi di antara kepulan asap rokok dan gelas-gelas kopi yang hampir tandas, percakapan tentang harga sembako yang tidak stabil hingga perang di negeri orang kerap menyelip sebagai selingan serius di tengah gurauan harian. Namun, betapa ironisnya, ruang-ruang kecil itu seperti dunia yang terpisah jauh dari forum-forum diplomasi megah di panggung global.
Partisipasi masyarakat dalam politik internasional, entah disengaja atau tidak, hanya berhenti pada konsumsi berita tanpa ruang nyata untuk bersuara dalam kebijakan yang akan berdampak langsung kepada mereka.
BACA JUGA:Kopi Indonesia Bersiap Rebut Kembali Pasar Kopi Jepang lewat Diplomasi Rasa
BACA JUGA:Pertemuan Hangat Prabowo dan Anwar di Istana Merdeka, Tegaskan Diplomasi Serumpun
Padahal, pemahaman terhadap denyut hubungan internasional sejatinya adalah jendela bagi rakyat untuk melihat luasnya cakrawala dunia.
Literasi global tidak semata-mata milik mereka yang berkutat di gedung-gedung tinggi kementerian, tetapi juga hak bagi siapa saja agar tidak terkungkung dalam sekat isu-isu domestik yang sempit.
Di era globalisasi, perkara luar negeri tak lagi berhenti di meja-meja diplomasi yang sibuk dengan jargon politik, hukum, dan ekonomi. Kini globalisasi merambat ke bibit padi di sawah petani, buku LKS pelajar, hingga layar ponsel keluarga di lorong-lorong sempit perkotaan.
BACA JUGA:Imam Al-Bukhari & Sukarno, Teater Tablo Merajut Diplomasi, Spiritualitas, dan Warisan Budaya
BACA JUGA:FSAI 2025, Jalinan Diplomasi Dua Bangsa Lewat Sinema
Maka, pertanyaannya bukan lagi tentang siapa yang duduk di kursi diplomasi, melainkan bagaimana suara rakyat kecil yang lirih dapat menggema di arena diplomatik yang megah.
DOMINASI ELITIS DALAM PRAKTIK DIPLOMASI INDONESIA
Diplomasi Indonesia sejak kelahirannya berakar pada prinsip bebas-aktif yang telah menjadi kompas moral yang dirancang untuk menjaga kemandirian sikap dan komitmen aktif di tengah pusaran kepentingan kekuatan dunia yang terpolarisasi.
Namun, dalam lanskap praktiknya di tingkat politik domestik, medan diplomasi kita masih dikuasai segelintir elite terdidik. Mereka banyak memiliki latar belakang keilmuan dari hubungan internasional, hukum, ekonomi, dan sastra asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: